tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Menguat Berkat Kinerja Positif Saham-saham Bank dan Optimisme Perdagangan
- Kembalinya Minat Investor Asing Terhadap Surat Utang Negara
- Rupiah Melemah, Dipengaruhi oleh Sentimen Tekanan Dolar AS dan Tantangan Pertrumbuhan Ekonomi Indonesia
- Emas Melemah, Sinyal Damai Perang Dagang Mengguncang Pasar
- Imbal Hasil Obligasi Treasury AS Stabil di Tengah Penantian Data Ekonomi Penting
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 25 dan 28 April 2025.
IHSG Menguat Berkat Kinerja Positif Saham-saham Bank dan Optimisme Perdagangan
Pada Senin, 28 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,66% ke level 6.722,97, melanjutkan tren positif setelah kenaikan 3,74% pada pekan sebelumnya.
Penguatan IHSG ini utamanya didorong oleh saham blue chip, terutama Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang naik 2,67% ke Rp2.840 per saham, menyumbang 15,31 poin.
Sektor finansial dan energi juga menjadi penopang utama, meskipun sektor industri dan teknologi mengalami koreksi.
Total transaksi pada perdagangan Senin (28/4) mencapai Rp10,09 triliun. Sejumlah 379 saham naik, sementara 221 saham turun.
Selain kinerja BBRI, penguatan IHSG juga dipengaruhi oleh sentimen positif global, seperti kenaikan bursa AS (S&P 500 naik 0,74%, Nasdaq 1,26%) dan harapan meredanya ketegangan tarif dagang AS dengan negara Asia.
Di Asia, bursa seperti Topix Jepang dan Sensex India juga menguat, meskipun bursa China seperti Shenzhen melemah.
Dari dalam negeri, investor menantikan rilis Survei Perbankan BI dan data inflasi April dari BPS, yang akan memberikan gambaran tentang kredit, likuiditas, dan tekanan harga pangan akibat faktor musiman.
Pekan ini, pasar keuangan diprediksi tetap positif meski ada libur Hari Buruh pada 1 Mei 2025.
Data global seperti PCE Price Index AS, yang menjadi acuan inflasi The Fed, serta laporan manufaktur China (PMI) akan memengaruhi sentimen pasar.
Di China, pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan stimulus dan kebijakan proaktif untuk mencapai target 5%, yang dapat memperbaiki prospek pasar Asia.
Bagi masyarakat, kenaikan IHSG ini menunjukkan peluang investasi yang menarik.
Meski demikian, masyarakat tetap perlu memantau perkembangan ekonomi global dan domestik. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Kembalinya Minat Investor Asing Terhadap Surat Utang Negara
Pada perdagangan 28 April 2025, investor asing kembali menunjukkan minat besar terhadap aset rupiah, khususnya Surat Utang Negara (SUN).
Laporan Bank Indonesia mencatat bahwa selama periode 21-24 April 2025, investor asing membeli SUN dengan nilai bersih Rp11,13 triliun, menjadikan mereka pembeli terbesar di pasar tersebut.
Kenaikan ini didorong oleh valuasi SUN yang dianggap murah dan prospek masa depan yang menjanjikan. Oleh karena itu, obligasi pemerintah ini sulit dilewatkan.
Selain SUN, investor asing juga aktif di instrumen lain, meskipun dengan hasil berbeda.
Di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), mereka mencatatkan penjualan bersih Rp7,44 triliun, sementara di pasar saham, penjualan bersih menyusut menjadi Rp1,33 triliun dibandingkan Rp13,1 triliun pada periode sebelumnya.
Secara keseluruhan, pada pekan 21-24 April, investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp2,36 triliun di pasar keuangan domestik.
Hal ini menunjukkan peningkatan kepercayaan terhadap aset-aset Indonesia.
Sepanjang tahun 2025 hingga 24 April, total pembelian bersih investor asing di SUN mencapai Rp18,5 triliun, naik signifikan dari Rp9,36 triliun pada 16 April.
Tren ini menunjukkan bahwa SUN tetap menjadi pilihan utama investor asing di tengah pasar domestik yang kian menarik.
Bagi masyarakat awam, ini berarti obligasi pemerintah Indonesia dianggap aman dan menguntungkan, bahkan oleh investor global.
Oleh karena itu, SUN bisa menjadi opsi investasi yang patut dipertimbangkan dengan risiko yang relatif rendah. (Bloomberg Technoz)
Rupiah Melemah, Dipengaruhi oleh Sentimen Tekanan Dolar AS dan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Senin (28/4/2025), nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,15% ke level Rp16.850 per dolar AS, seiring dengan penguatan indeks dolar AS yang naik 0,2% ke 99,67.
Melemahnya rupiah juga dialami beberapa mata uang Asia lainnya, seperti won Korea Selatan dan peso Filipina, di tengah ketidakpastian global.
Sentimen pasar dipengaruhi oleh sinyal beragam dari AS dan China terkait perang dagang. Dalam hal ini, Beijing membantah adanya negosiasi meskipun AS mengisyaratkan pengurangan tarif. Selain itu, perundingan nuklir AS-Iran juga menjadi perhatian investor.
Investor global sedang menanti data ekonomi penting dari AS, seperti laporan pekerjaan April, data PDB kuartal pertama, dan inflasi PCE, yang dapat menunjukkan dampak perang dagang AS-China terhadap ekonomi.
Pekan lalu, China membebaskan beberapa barang AS dari tarif 125%. Meski demikian, ketidakjelasan negosiasi membuat pasar berhati-hati.
Sementara itu, dolar AS tetap stabil, didukung oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve mungkin mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama jika inflasi AS meningkat. Hal ini memberikan tekanan lebih pada rupiah dan mata uang Asia lainnya.
Di dalam negeri, pelaku pasar meragukan target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, terutama karena proyeksi pertumbuhan 2025 hanya 4,7% menurut IMF dan Bank Dunia.
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia perlu tumbuh rata-rata 6,76% per tahun hingga 2029, sembari menjaga stabilitas ekonomi melalui pengelolaan utang yang hati-hati dan perluasan basis pajak.
Pengamat memprediksi rupiah akan terus melemah pada perdagangan berikutnya, ke kisaran Rp16.840-Rp16.900.
Karena itu, masyarakat perlu bijak mengelola keuangan di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan ini. (CNBC Indonesia, Bisnis)
Emas Melemah, Sinyal Damai Perang Dagang Menggoyang Pasar
Senin (28/4/2025), harga emas kembali turun seiring meredanya ketegangan perang dagang antara AS dan China.
Harga emas di pasar spot melemah 0,6%-0,85%, berada di kisaran USD3.291-USD3.297 per ons, setelah sempat anjlok lebih dari 5% sejak mencapai rekor USD3.500 pekan lalu.
Presiden AS, Donald Trump, mengisyaratkan kemajuan dalam negosiasi dengan China, meskipun Beijing membantah adanya pembicaraan.
Hal ini membuat investor beralih ke aset berisiko seperti saham dan mengurangi minat pada emas, yang biasanya dicari saat ketidakpastian meningkat.
Penurunan emas diperparah oleh prediksi bahwa kenaikan sebelumnya terlalu cepat, ditambah data dari Commodity Futures Trading Commission yang menunjukkan hedge fund di New York mengurangi posisi beli emas ke level terendah dalam 14 bulan.
Analis dari Barclays juga menyebut pasar emas terlalu panas dalam jangka pendek karena tidak didukung fundamental seperti kekuatan dolar AS.
Meski begitu, emas tetap naik 25% sepanjang 2025, didorong oleh kebijakan perdagangan Trump, kekhawatiran ekonomi global, dan permintaan dari bank sentral serta ETF emas, meskipun permintaan fisik di China melemah.
Pasar kini menanti data ekonomi AS, seperti laporan lowongan kerja dan inflasi PCE, yang dapat menunjukkan dampak tarif terhadap ekonomi.
Analis seperti Fawad Razaqzada dari City Index tetap optimis bahwa emas dapat mencapai titik tertinggi baru selama ketidakpastian global belum hilang.
Bagi masyarakat awam, penurunan harga emas ini dapat menjadi peluang untuk membeli sebagai investasi jangka panjang, terutama untuk melindungi nilai aset di tengah risiko resesi global yang masih mengintai, seperti yang diprediksi banyak ekonom. (Bisnis, Revinitiv)
Imbal Hasil Obligasi Treasury AS Stabil di Tengah Penantian Data Ekonomi Penting
Imbal hasil (yield) obligasi Treasury AS 10 tahun tetap stabil di sekitar 4,24% pada hari Senin, 28 April 2025 kemarin, sementara investor bersiap untuk laporan ekonomi penting yang akan dirilis minggu ini.
Fokus utama pasar akan tertuju pada laporan pekerjaan untuk bulan April dan angka Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal pertama, serta pengukur inflasi PCE (Personal Consumption Expenditure) pilihan favorit Federal Reserve untuk indikator inflasi.
Data yang lebih lemah dari perkiraan bisa memicu ekspektasi untuk pemotongan suku bunga oleh Fed.
Pasar saat ini memperkirakan adanya pemotongan sebesar 25 basis poin pada bulan Juni dan total tiga pemotongan hingga akhir tahun.
Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Donald Trump menunjukkan kesediaan untuk mengurangi tarif terhadap Tiongkok. Tak hanya itu, Beijing juga membebaskan beberapa barang AS dari pungutannya.
Trump menarik kembali ancamannya terhadap Ketua Fed Jerome Powell, yang sebelumnya membuat investor merasa khawatir terhadap aset AS.
Namun, meskipun terdapat perkembangan positif ini, indeks dolar AS (DXY) melemah ke angka 99,5, seiring dengan pelaku pasar yang bersiap atas data baru yang akan mengungkapkan dampak dari kebijakan tarif.
Dengan adanya penangguhan sementara tarif AS-Tiongkok dan minat pasar terhadap laporan ekonomi mendatang, ekspektasi untuk penyesuaian kebijakan moneter oleh Fed semakin menguat.
Rilis inflasi PCE bulan Maret yang diharapkan menunjukkan angka terendah dalam dua tahun juga menambah kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi.
Jika data yang rilis menunjukkan hasil yang mengecewakan, optimisme terhadap pelonggaran kebijakan Fed diharapkan akan meningkat, memberikan dampak pada stabilitas dolar dan imbal hasil obligasi. (Trading Economics)
Faktor yang Perlu Diperhatikan (Per 29 April 2025):
1. Kebijakan Global: Tarif AS dan Suku Bunga Fed
- Kebijakan Tarif Trump: Kenaikan tarif impor AS sebesar 32% terhadap barang Indonesia (terutama tekstil dan elektronik) berpotensi mengurangi pendapatan ekspor hingga $11,6 miliar, melemahkan Rupiah, dan meningkatkan risiko inflasi. Kebijakan ini juga memengaruhi aliran modal asing ke SUN dan saham Indonesia.
- Sinyal Fed: Pelonggaran kebijakan moneter AS (pemotongan suku bunga 2-3 kali pada 2025) dan kenaikan yield obligasi AS 10 tahun (4,31%) memengaruhi arus modal global. Penguatan dolar AS (DXY 104,3) dapat menekan harga emas dan meningkatkan capital outflow dari pasar emerging markets.
2. Kondisi Ekonomi Domestik
- Volatilitas Rupiah: Rupiah masih volatile dan tren melemah, dipicu oleh tekanan tarif AS dan defisit anggaran, walaupun BI melakukan intervensi dengan “triple intervention” (intervensi spot, DNDF, dan stabilisasi SBN).
- Proyeksi Pertumbuhan: Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 diproyeksikan turun dari 5,1% menjadi 4-4,5% akibat dampak tarif. Pemerintah fokus pada diversifikasi ekspor ke ASEAN dan BRICS serta reformasi regulasi.
3. Inflasi dan Data Ekonomi Kunci
-
- Inflasi AS: Data PCE inti Maret 2025 menunjukkan kenaikan tahunan 2,2% dan bulanan 0,1% (terendah sejak 2021). Pembacaan ini memperkuat ekspektasi pemotongan suku bunga Fed, yang memengaruhi imbal hasil obligasi dan permintaan emas.
- Inflasi Lokal: Inflasi Indonesia 2024 hanya 1,57% (terendah sepanjang sejarah), tetapi kenaikan harga komoditas global dan pelemahan Rupiah berpotensi meningkatkan tekanan inflasi 2025.
Rekomendasi untuk Investor Reksa Dana dan Emas
- Strategi untuk Emas
- Alokasikan 10-20% portofolio ke emas sebagai proteksi saat Rupiah melemah atau ketegangan geopolitik meningkat. Emas cocok untuk investor konservatif yang menghindari risiko tinggi.
- Pantau Harga Global: Kinerja emas bergantung pada kebijakan Fed dan harga dolar AS. Jika yield AS terus naik, tekanan pada emas mungkin berlanjut (harga emas akan turun).
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap
- Fokus pada reksa dana yang memiliki portofolio obligasi korporasi: Pilih reksa dana dengan eksposur obligasi korporasi berimbal tinggi.
- Hindari Tenor Panjang: Prioritaskan reksa dana dengan obligasi tenor pendek (2-5 tahun) untuk antisipasi kenaikan yield global.
3. Reksa Dana Pasar Uang
Likuiditas Aman: Alokasi 30%-40% ke reksa dana pasar uang dengan return 4,00%-5,50% untuk menjaga likuiditas dan mengurangi risiko.
4. Diversifikasi dan Pemantauan Berkala
- Kombinasi Instrumen: Gabungkan deposito, emas, reksa dana pasar uang, dan obligasi untuk optimalkan return dan minimalkan risiko.
- Evaluasi Portofolio: Pantau kebijakan BI, data ekspor, dan respons ASEAN terhadap tarif AS. Jika risiko fiskal meningkat, kurangi eksposur SUN tenor panjang.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.