tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Menguat Signifikan, Didukung Pembelian Asing dan Kenaikan Harga Komoditas
- Surplus Neraca Perdagangan dan Meningkatnya Cadangan Devisa RI Tidak Mampu Mengangkat Rupiah
- Harga Surat Utang Negara Fluktuatif, Tarif Global dan Pelemahan Rupiah Jadi Pemicu
- Setelah Mencatat Rekor Baru di USD3.500, Harga Emas Turun ke Bawah USD3.400 Karena Sinyal Meredanya Isu Perang Dagang
- Dolar AS Menguat Setelah Trump Menyudahi Ancaman Pemecatan Ketua Fed
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 22 April 2025.
IHSG Menguat Signifikan, Didukung Pembelian Asing dan Kenaikan Harga Komoditas
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 1,43% atau 92,29 poin pada perdagangan Selasa, 22 April 2025, mencapai 6.538,27.
Penguatan ini terutama didorong oleh pembelian saham big cap seperti BBCA dan AMMN, serta saham-saham di sektor energi dan tambang yang mencatat kenaikan signifikan.
Saham BREN dan AMMN masing-masing naik 7,14% dan 6,39%, berkontribusi besar terhadap penguatan IHSG.
Kenaikan ini juga didorong oleh optimisme pasar terhadap prospek ekonomi domestik setelah Badan Pengelola Investasi Danantara diharapkan menerima dividen jumbo yang akan diinvestasikan kembali ke pasar saham.
Di sisi global, meredanya kekhawatiran terhadap potensi kenaikan suku bunga oleh The Fed dan penguatan harga komoditas, termasuk harga emas yang mencapai level tertinggi baru, turut memberikan dampak positif terhadap sentimen pasar.
Saham-saham sektor utilitas, properti, dan bahan baku juga menunjukkan performa baik, dengan utilitas memimpin penguatan dengan kenaikan mencapai 5,99%.
Sementara itu, pelaku pasar juga menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia terkait keputusan suku bunga, yang diharapkan dapat memberikan kepastian dan dukungan lebih lanjut bagi pasar saham domestik.
Dengan kombinasi faktor-faktor ini, IHSG mengalami kenaikan yang signifikan dan mencerminkan kembalinya minat investor terhadap pasar Indonesia. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Surplus Neraca Perdagangan dan Meningkatnya Cadangan Devisa RI Tidak Mampu Mengangkat Rupiah
Pada 22 April 2025, rupiah ditutup melemah 0,32% ke Rp16.859 per dolar AS, mendekati level psikologis Rp17.000, di tengah aksi jual aset domestik oleh investor asing sebesar Rp51,1 triliun sepanjang tahun.
Surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar USD4,33 miliar pada Maret 2025, melebihi ekspektasi pasar, gagal mengangkat rupiah karena ketidakpastian global.
Cadangan devisa RI yang mencapai rekor USD157,08 miliar memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk intervensi, tetapi tekanan eksternal tetap berat, dengan prediksi pelemahan hingga Rp17.200 pada kuartal pertama 2026 oleh Barclays.
Kritik Presiden AS, Donald Trump, terhadap Ketua Federal Reserve Jerome Powell, termasuk wacana pemecatan dan desakan pemotongan suku bunga, memicu kekhawatiran atas independensi Fed, memperkuat indeks dolar AS sedikit ke 98,31.
Ketegangan perang dagang AS-Tiongkok, ditambah peringatan Tiongkok terhadap perjanjian perdagangan yang merugikan, meningkatkan volatilitas pasar.
Sementara mata uang Asia seperti yen Jepang menguat, rupiah menjadi yang terlemah di kawasan, melemah 5% sepanjang 2025, akibat arus keluar modal asing dari saham dan SBN.
Bank Indonesia, yang akan mengumumkan keputusan suku bunga pada 23 April, diperkirakan mengandalkan cadangan devisa dan instrumen seperti nondeliverable forward untuk stabilkan rupiah.
Surplus neraca perdagangan memberikan optimisme, dengan proyeksi stabilitas rupiah di Rp16.500-Rp16.900 pada kuartal kedua, menurut Mega Capital.
Namun, risiko pelemahan permintaan ekspor akibat tarif Trump dan eskalasi perang dagang membuat investor waspada.
Ketidakpastian global dan aksi jual asing menjadi pendorong utama melemahnya rupiah, meskipun fondasi ekonomi domestik tetap kuat.
Harga Surat Utang Negara Fluktuatif, Tarif Global dan Pelemahan Rupiah Jadi Pemicu
Pada 22 April 2025, harga Surat Utang Negara (SUN) bergerak bervariasi, dengan imbal hasil (yield) SUN 5-tahun turun ke 6,75% (-4 basis poin) dan SUN 10-tahun naik ke 6,98% (+4 basis poin).
Volume transaksi SBN melonjak ke Rp35,2 triliun, sementara obligasi korporasi mencatat Rp2,7 triliun.
Lelang SUN menarik tawaran Rp77,5 triliun, dengan pemerintah menetapkan Rp28 triliun, melebihi target Rp26 triliun. Namun, pelemahan rupiah ke Rp16.860 per dolar AS dan ketegangan tarif global memicu volatilitas pasar obligasi.
Sentimen global bercampur, dengan yield US Treasury 10-tahun turun tipis ke 4,41% dan Credit Default Swap (CDS) Indonesia naik ke 108 basis poin, menandakan risiko yang sedikit meningkat.
Investor menanti keputusan suku bunga Bank Indonesia pada 23 April, di tengah ancaman perang dagang AS-Tiongkok dan kritik Trump terhadap Federal Reserve.
Meski surplus neraca perdagangan Indonesia (USD4,33 miliar) memberikan stabilitas, ketidakpastian global membuat yield dan harga SBN rentan berfluktuasi, mendorong investor untuk waspada terhadap dinamika pasar.
Setelah Mencatat Rekor Baru di USD3.500, Harga Emas Turun ke Bawah USD3.400 Karena Sinyal Meredanya Isu Perang Dagang
Selasa (22/4), harga emas mengalami penurunan ke bawah USD3.400 per ons, setelah sempat menyentuh rekor baru USD3.500 di awal sesi.
Penurunan ini terjadi di tengah perkembangan mengenai retorika tarif mengenai Tiongkok, di mana Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan bahwa kebuntuan tarif saat ini tidak berkelanjutan dan optimis bahwa perang dagang akan mereda.
Meskipun ada penurunan harga, emas tetap diminati sebagai aset aman di tengah ketidakpastian global.
Kekhawatiran tentang tarif yang meningkat dan penyelidikan terhadap barang-barang utama yang akan dikenakan tarif di AS membuat banyak investor menjauhi Treasury dan dolar, beralih ke emas serta mata uang asing sebagai bentuk perlindungan.
Sejak awal tahun, harga emas telah meningkat lebih dari 33%, dan rasio antara harga emas dan perak melebar ke level tertinggi sejak 1994, kecuali saat pandemi.
Meskipun harga emas menurun, minat terhadap logam mulia ini tetap kuat dalam kondisi pasar yang bergejolak.
Dolar AS Menguat Setelah Trump Menyudahi Ancaman Pemecatan Ketua Fed
Indeks dolar AS mengalami penguatan yang signifikan pada hari Rabu, mencapai sekitar 99,5, setelah menguat lebih dari 1% di sesi sebelumnya.
Penguatan ini didorong oleh harapan akan meredanya ketegangan perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta pernyataan Presiden Trump yang menegaskan tidak adanya rencana untuk memecat Ketua Federal Reserve, Jerome Powell.
Pernyataan tersebut membantu meredakan ketidakpastian yang mengganggu pasar sebelumnya, terutama setelah Trump mengkritik Powell atas keputusan suku bunga yang dianggapnya lambat.
Investor mulai merasa lega setelah Trump menyatakan, “Saya tidak berniat memecatnya,” yang direspons positif oleh pasar.
Mengingat ketidakpastian sebelumnya mengenai independensi Fed, pernyataan Trump memberikan kepercayaan kembali kepada investor, mendorong dolar menguat tipis terhadap yen Jepang dan franc Swiss, serta melemah terhadap euro.
Pasar juga optimis seiring dengan potensi de-eskalasi ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok, yang diharapkan dapat mengurangi tarif secara substansial.
Menteri Keuangan Scott Bessent menekankan bahwa kebuntuan tarif dengan Tiongkok saat ini tidak dapat dipertahankan, dan tujuan pemerintah adalah tidak memisahkan dua ekonomi terbesar di dunia.
Meskipun ada harapan untuk kesepakatan perdagangan yang dapat menurunkan tarif, Trump mengakui bahwa tarif tidak akan dihapus sepenuhnya.
Ketegangan perdagangan dan keputusan kebijakan suku bunga tetap menjadi sorotan utama, karena dampak dari tindakan tersebut akan sangat mempengaruhi ekonomi AS dan arah pergerakan dolar di pasar global.
Faktor yang Perlu Diperhatikan dan Rekomendasi untuk Investor Reksa Dana dan Emas
Faktor yang Perlu Diperhatikan:
- Ketegangan Perang Dagang dan Tarif AS-Tiongkok: Ancaman tarif AS hingga 245% terhadap Tiongkok dan balasan 125% dari Tiongkok menciptakan volatilitas pasar global. Meski Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan kebuntuan tarif tidak berkelanjutan, ketidakpastian tetap tinggi. Di Indonesia, negosiasi untuk menghindari tarif 32% krusial bagi sektor ekspor seperti tekstil dan komoditas, memengaruhi IHSG dan reksa dana saham.
2. Kebijakan Federal Reserve dan Kritik Trump: Federal Reserve mempertahankan suku bunga di 4,25%-4,5% karena inflasi 2,4% (Februari 2025) di atas target 2%. Pernyataan Trump yang menarik ancaman pemecatan Ketua Fed Jerome Powell meredakan kekhawatiran, mendukung dolar AS (DXY ke 99,5 pada 23 April). Namun, risiko inflasi akibat tarif tetap memengaruhi reksa dana obligasi dan emas sebagai safe haven.
3. Yield Obligasi Treasury AS: Yield obligasi AS 10-tahun masih volatile karena pernyataan Trump yang kerap berubah terkait isu tarif impor.
4. Penguatan Dolar dan Pelemahan Rupiah: Dolar AS menguat ke 99,5 (23 April), sementara rupiah melemah ke Rp16.859 (22 April), tertekan oleh aksi jual asing (net sell Rp51,1 triliun tahun ini). Surplus neraca perdagangan Indonesia (USD4,33 miliar, Maret 2025) dan cadangan devisa USD157,08 miliar memberikan dukungan, tetapi risiko tarif dapat memperburuk pelemahan rupiah, mendukung emas lokal.
5. Harga Emas dan Permintaan Safe-Haven: Permintaan global, terutama dari Tiongkok (255 ton/tahun) dan ETF (USD128 miliar aset 2024), tetap kuat, meski ada risiko koreksi jangka pendek.
6. Keputusan Suku Bunga BI dan Sentimen Domestik: Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur pada 23 April, dengan suku bunga saat ini 5,75%.
Harapan pemangkasan untuk dorong pertumbuhan dapat mendukung reksa dana saham, tetapi stabilitas suku bunga akan menguntungkan reksa dana obligasi. Ekspektasi dividen jumbo Rp59,11 triliun dari bank BUMN ke Danantara juga mendukung IHSG.
Rekomendasi untuk Investor:
Reksa Dana
- Prioritaskan Reksa Dana Pasar Uang: Untuk stabilitas di tengah volatilitas IHSG dan risiko tarif, alokasikan Sebagian besar ke reksa dana pasar uang karena menawarkan risiko rendah dan likuiditas tinggi, terutama untuk investor konservatif.
- Fokus pada Sektor Defensif dan Domestik: Untuk investasi di reksa dana saham yang fokus pada sektor utilitas, kesehatan, atau konsumen pokok, yang lebih tahan terhadap guncangan tarif. Hindari eksposur besar ke sektor ekspor atau teknologi global.
- Reksa Dana Obligasi Jangka Pendek: Untuk investasi di reksa dana pendapatan tetap pilih yang memiliki portofolio obligasi jangka pendek untuk mengurangi risiko kenaikan suku bunga. Ini ideal untuk investor moderat mencari imbal hasil stabil.
- Diversifikasi dengan Reksa Dana Campuran: untuk menyeimbangkan risiko dan imbal hasil. Cocok untuk investor moderat di pasar fluktuatif, dengan alokasi fleksibel ke saham dan obligasi.
Emas
- Pertahankan Alokasi 5-10%: Emas tetap menarik sebagai safe-haven dengan prediksi bullish ke USD3.500-USD3.600 pada 2025. Pertahankan posisi di ETF emas seperti SPDR Gold Shares atau UBS Gold untuk lindungi portofolio dari inflasi dan volatilitas rupiah.
- Beli Saat Koreksi Harga: Manfaatkan penurunan harga emas jangka pendek (misalnya, di bawah USD3.400) untuk tambah posisi, mengingat permintaan kuat dari bank sentral dan investor. Di Indonesia, emas lokal tetap menarik meski risiko inflasi perhiasan perlu diperhatikan.
- Pantau Kebijakan Moneter Global: Keputusan Fed dan BI akan memengaruhi dolar dan emas. Jika suku bunga tetap tinggi, emas bisa terkoreksi, tetapi ketegangan geopolitik dan tarif akan terus mendukung kenaikan jangka panjang.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.