tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Emas Tembus Rekor! Dolar AS Anjlok Gara-Gara Trump vs Fed?
- IHSG Naik 0,12% Didorong Oleh Pergerakan Sektor Teknologi dan Surplus Neraca Perdagangan
- Harga SUN Turun Karena Imbas Sentimen Negatif Global
- Rupiah Menguat Berkat Surplus Neraca Perdagangan dan Sentimen Global Positif
- Wall Street, Indeks Dollar AS, dan Harga Obligasi Treasury AS Turun Karena Kritikan Agresif Donald Trump ke Jerome Powell Meningkatkan Kekhawatiran Investor
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 21 April 2025.
Emas Tembus Rekor! Dolar AS Anjlok Gara-Gara Trump vs Fed?
Harga emas melesat lebih dari 2,5% ke rekor tertinggi USD3.420/ons karena investor ramai-ramai mencari perlindungan.
Ketidakpastian ekonomi global memuncak setelah Presiden Trump mendesak Federal Reserve (Fed) memangkas suku bunga secara agresif dan dikabarkan ingin mengganti Ketua Fed, Jerome Powell.
Kekhawatiran campur tangan politik ini membuat dolar AS terjun bebas ke level terendah dalam 3 tahun.
Ancaman tarif Trump terhadap impor mineral strategis dan ketakutan inflasi akibat perang dagang semakin memanas, memperkuat daya tarik emas.
Logam mulia ini telah naik 30% sepanjang 2024, jadi primadona investor yang khawatir pertumbuhan ekonomi melambat.
Dengan terpuruknya dolar dan kebijakan Fed dipertanyakan, emas diprediksi terus bersinar sebagai safe haven di tengah badai pasar global (Trading Economics).
Momentum Kenaikan IHSG Didorong Oleh Pergerakan Sektor Teknologi dan Surplus Neraca Perdagangan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil berbalik arah dengan penutupan naik 0,12% pada perdagangan Senin, 21 April 2025, mencapai 6.445,97.
Meskipun awalnya tertekan, IHSG akhirnya ditopang oleh penguatan sektor teknologi yang meningkat 3,51% berkat lonjakan saham DCI Indonesia (DCII) yang naik 11,95%.
Meskipun ada 295 saham yang turun dan hanya 289 saham yang naik, dinamika ini menunjukkan adanya fluktuasi yang signifikan dalam pergerakan saham di pasar.
Kenaikan IHSG juga dipicu oleh data positif dari neraca perdagangan Indonesia yang mencatat surplus sebesar US$4,33 miliar pada Maret 2025.
Kenaikan ekspor mencapai 3,16% secara tahunan memberikan momentum bagi pasar, sementara impor juga bertumbuh, menunjukkan aktivitas ekonomi yang masih baik.
Dengan surplus neraca perdagangan yang telah berlanjut selama 59 bulan, data ini memberikan sentimen positif bagi investor dan mengindikasikan stabilitas ekonomi yang mendukung pergerakan indeks secara keseluruhan.
Namun, tantangan tetap ada bagi IHSG dengan adanya aksi jual oleh investor asing yang belum reda, dimana net foreign sell telah mencapai Rp 49,57 triliun sepanjang tahun ini.
Ketidakpastian akibat perang dagang yang semakin memanas antara AS dan China, serta keputusan penting yang akan diambil oleh Bank Indonesia mengenai suku bunga, turut menjadi sentimen berat di pasar.
Dalam konteks global, peningkatan tarif yang diancam oleh AS dapat menambah tekanan bagi perekonomian domestik.
Di sisi lain, meski mayoritas sektor mengalami pelemahan, saham-saham dari sektor teknologi, barang baku, dan industri lainnya menunjukkan performa yang baik.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sentimen pasar sedang bergejolak, ada sektor-sektor tertentu yang tetap dapat memberikan keuntungan.
Investor diharapkan memperhatikan tren dan perkembangan pasar yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG di masa depan, serta mengambil langkah strategis berdasarkan informasi yang tersedia. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Harga SUN Turun, Imbas Sentimen Negatif Global
Pada sesi perdagangan awal pekan ini, harga Surat Utang Negara (SUN) menunjukkan pergerakan variatif dengan kenaikan pada yield SUN benchmark.
Yield SUN 5-tahun naik 1 basis poin menjadi 6,79%, sedangkan yield SUN 10-tahun mengalami kenaikan 3 basis poin menjadi 6,94%.
Volume transaksi SUN tercatat meningkat dari Rp14,3 triliun menjadi Rp16,2 triliun, menunjukkan minat yang cukup besar dari investor.
Pergerakan harga obligasi dipengaruhi oleh sentimen negatif global yang tercermin dari kenaikan yield pada US Treasury (UST), dimana yield 10-tahun meningkat 8 basis poin.
Di sisi lain, meskipun ada peningkatan yield, persepsi risiko terhadap Indonesia membaik, dengan Credit Default Swap (CDS) 5-tahun turun 1 basis poin menjadi 107 basis poin.
Hal ini menunjukkan bahwa investor mulai lebih percaya diri terhadap stabilitas obligasi Indonesia meskipun terdapat tantangan global.
Meski demikian, di tengah kondisi yang berfluktuasi, akan ada potensi peningkatan volatilitas pada harga dan yield instrumen SBN. (BNI Sekuritas)
Rupiah Menguat Berkat Surplus Neraca Perdagangan dan Sentimen Global Positif
Nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin, 21 April 2025, setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data surplus neraca perdagangan sebesar US$4,33 miliar. Angka ini berada jauh di atas ekspektasi pasar yang hanya memprediksi US$2,63 miliar.
Dengan penguatan 0,41%, rupiah ditutup di posisi Rp16.806,5 per dolar AS, didorong oleh kenaikan ekspor yang mencapai US$23,25 miliar, terutama dari komoditas minyak dan gas.
Di sisi lain, impor tercatat US$18,92 miliar, yang menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki lebih banyak devisa yang diperoleh dari ekspor dibandingkan yang dibelanjakan untuk impor.
Surplus perdagangan yang telah berlangsung selama 59 bulan berturut-turut ini memberikan dampak positif bagi nilai tukar rupiah.
Ketika ekspor melebihi impor, Indonesia memperoleh lebih banyak devisa, sehingga meningkatkan cadangan mata uang asing dan kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi domestik.
Hal ini membuat rupiah semakin kuat, sementara dolar AS mengalami depresiasi akibat ketidakpastian yang menyelimuti pasar, termasuk kemungkinan perubahan dalam kebijakan moneter AS dan isu geopolitik terkini.
Meskipun ada sinyal positif dari neraca perdagangan, investor tetap waspada terhadap potensi dampak dari kebijakan tarif pembangunan yang agresif dan ketegangan dalam perang dagang antara AS dan China.
Selain itu, perhatian pasar tertuju pada data ekonomi penting dari AS yang akan dirilis, termasuk Purchasing Managers’ Index (PMI) untuk bulan April.
Secara keseluruhan, sentimen positif dari surplus neraca perdagangan Indonesia menciptakan optimisme bagi pergerakan rupiah di pasar, yang diperkirakan akan tetap fluktuatif tetapi dengan potensi penguatan lebih lanjut. (Bisnis, CNBC Indonesia)
Wall Street, Indeks Dollar AS dan Harga Obligasi Treasury AS Turun Karena Kritikan Agresif Donald Trump ke Jerome Powell Meningkatkan Kekhawatiran Investor
Wall Street anjlok pada Senin (21/4) setelah Presiden Donald Trump mengkritik keras Ketua Federal Reserve Jerome Powell, menyebutnya “pecundang” dan mendesak penurunan suku bunga segera.
Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 2,4% dan 2,5%, dengan saham teknologi seperti Tesla (-6%) dan Nvidia (-4,5%) terpukul paling berat.
Kritikan Trump memicu kekhawatiran atas politisasi kebijakan moneter AS, menggerus kepercayaan investor terhadap independensi Fed.
Sementara itu Indeks dolar AS (DXY) juga terjun turun lebih dari 1% ke 98,35, level terendah sejak Februari 2022 (98,2) seiring spekulasi intervensi politik di Fed.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun melonjak ke 4,37% karena investor menghindari aset berisiko.
Ketidakpastian ini mendorong aliran modal ke emas dan mata uang safe-haven seperti yen Jepang, sementara ancaman tarif tambahan AS terhadap produk China dan Eropa memperburuk sentimen pasar.
Isu pemecatan Powell oleh Trump semakin menambah ketegangan, terutama di tengah penyelidikan kebijakan tarif AS yang berpotensi memicu inflasi dan resesi.
Negosiasi perdagangan dengan mitra seperti Jepang dan Uni Eropa juga mandek, memperpanjang ketidakpastian global. Investor kini memprioritaskan laporan keuangan perusahaan besar seperti Alphabet dan Boeing untuk menilai ketahanan ekonomi AS.
Kombinasi tekanan politik, ketegangan perdagangan, dan kebijakan moneter yang gamang membuat dolar AS kehilangan 4,6% nilainya pada April.
Pasar global kini mengantisipasi risiko stagflasi—kondisi pertumbuhan lambat dengan inflasi tinggi—jika Fed tidak mampu menjaga kredibilitas.
Di tengah gejolak, emas dan obligasi negara berkembang menjadi pilihan investor yang mencari perlindungan dari volatilitas. (Trading Economics)
Factors to Watch
1. Kebijakan Moneter AS & Ketegangan Politik
- Kekhawatiran atas intervensi politik dalam kebijakan Federal Reserve (The Fed) oleh Presiden Donald Trump, termasuk desakan pemotongan suku bunga agresif dan isu pemecatan Jerome Powell, berpotensi melemahkan dolar AS dan memicu volatilitas pasar keuangan global.
- Dampak: Kenaikan yield obligasi AS (UST 10-tahun mencapai 4,37%) dan aliran modal ke aset safe-haven seperti emas.
2. Perang Dagang & Tarif Baru AS
Kebijakan tarif impor AS hingga 245% terhadap China dan negara lain meningkatkan risiko stagflasi global (inflasi tinggi + pertumbuhan melambat). Hal ini memengaruhi kinerja pasar saham dan aliran dana asing ke emerging markets, termasuk Indonesia.
3. Data Inflasi & Pertumbuhan Ekonomi Global
Rilis data inflasi inti AS (Core CPI) dan Purchasing Managers’ Index (PMI) menjadi sinyal penting untuk memprediksi arah suku bunga The Fed. Ekspektasi pemotongan suku bunga AS yang tertunda memperburuk sentimen pasar.
4. Surplus Neraca Dagang & Stabilitas Rupiah
Surplus neraca dagang Indonesia Maret 2025 (US4,33miliar) mendukungp enguatan Rupiah ke Rp16.800/USD. Namun, defisit migas (US1,67 miliar) dan tekanan dana asing keluar (net foreign sell Rp49,57 triliun) tetap menjadi risiko.
5. Kebijakan Fiskal & Program Pemerintah
Program seperti Makan Bergizi Gratis berpotensi memperlebar defisit anggaran. Investor perlu memantau kebijakan investasi selektif dan hilirisasi sektor energi untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Rekomendasi Strategi Investasi Reksa Dana
1. Prioritaskan Reksa Dana Pasar Uang & Pendapatan Tetap.
Alasan: Likuiditas tinggi, risiko rendah, dan imbal hasil stabil (3-6% per tahun), cocok untuk investor konservatif atau pemula.
2. Kurangi Reksa Dana Saham untuk Jangka Pendek, karena kinerja reksa dana saham masih tertekan.
Gunakan strategi dollar-cost averaging untuk mengurangi dampak fluktuasi harga, terutama di reksa dana indeks atau obligasi.
Rekomendasi Strategi Investasi Emas
1. Pertahankan Alokasi 5-10%: Emas tetap menarik sebagai safe-haven, untuk melindungi portofolio dari inflasi dan volatilitas dolar.
2. Beli Saat Koreksi Harga: Manfaatkan penurunan harga emas jangka pendek untuk tambah posisi, mengingat prediksi bullish ke $3.500-$3.600 pada 2025.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.