tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Euforia Pasar AS: Penundaan Tarif Trump Picu Lonjakan Indeks.
- Ketegangan Mereda, Yield Treasury AS Turun pada 9 April 2025.
- Pasar Saham Pulih Tipis: IHSG dan Indeks Lain Bergerak pada 9 April 2025.
- Obligasi Tertekan: Gejolak Global Guncang SUN pada 9 April 2025.
- Emas Bersinar: Lonjakan Harga pada 9 April 2025.
- SBN ST014, Sumber Passive Income Syariah Terbaik!
- SBN Syariah ST014 dapat dibeli di tanamduit. Kupon (imbal hasil) perdana 6,50%/tahun untuk tenor 2 tahun (ST014-T2) dan 6,60%/tahun untuk tenor 4 tahun (ST014-T4).
- Kupon perdana ST014 menjadi kupon perdana ST tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon ST014 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran ST014: 7 Maret 2025-16 April 2025.
Investasi ST014 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 9 April 2025.
Euforia Pasar AS: Penundaan Tarif Trump Picu Lonjakan Indeks
Dilansir dari Reuters, pada 9 April 2025, pasar saham AS melonjak drastis setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penundaan tarif selama 90 hari untuk banyak negara, kecuali China yang tarifnya justru naik ke 125%.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) terdongkrak 7,87% ke 40,608.45, S&P 500 melesat 9,52% ke 5,456.90—kenaikan harian terbesar sejak 2008—dan Nasdaq Composite melejit 12,16% ke 17,124.97, tertinggi sejak 2001.
Rally ini dipicu oleh keputusan sore hari yang meredakan kekhawatiran investor atas dampak kebijakan perdagangan AS, meskipun tarif dasar 10% tetap berlaku untuk hampir semua impor.
Saham teknologi menjadi bintang utama, dengan Nvidia melonjak 18,7% dan Apple naik 15,3%, mengangkat sektor teknologi S&P 500 hingga 14,15%.
Setelah empat hari penurunan terburuk sejak pandemi—akibat pengumuman tarif luas pada 2 April yang membuat pasar anjlok lebih dari 12%—investor berburu saham murah, mendorong volume perdagangan mencapai rekor 30,5 miliar saham.
Penundaan tarif ini juga membuat Goldman Sachs membatalkan prediksi resesi AS, meskipun ketidakpastian jangka panjang masih membayangi setelah periode 90 hari berakhir.
Bagi Indonesia, yang kemungkinan termasuk dalam negara penerima penundaan tarif, ada angin segar untuk ekspor seperti tekstil dan sawit, meski tarif 10% tetap jadi beban.
IHSG, yang sebelumnya tertekan di 5,967, berpotensi rebound seiring sentimen global membaik, didukung oleh lelang obligasi AS yang stabil dengan imbal hasil 4,435%.
Namun, eskalasi tarif AS-China dan risiko inflasi global—dengan laporan CPI AS esok hari—dapat memicu volatilitas baru, menekan rupiah, dan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia jika ketegangan perdagangan berlanjut.
Ketegangan Mereda, Yield Treasury AS Turun pada 9 April 2025
Dilansir dari Trading Economics, yield obligasi pemerintah Amerika Serikat tenor 10 tahun (US Treasury 10Y) turun ke level 4,4% pada 9 April 2025, setelah sempat melonjak ke 4,5% di awal sesi.
Penurunan ini dipicu oleh pengumuman Presiden Trump yang menangguhkan tarif timbal balik lebih tinggi terhadap banyak mitra dagang selama 90 hari, efektif segera.
Namun, di saat yang sama, tarif impor barang Tiongkok justru naik menjadi 125% dari sebelumnya 104%. Hal ini menjaga ketegangan di pasar.
Lelang Treasury senilai USD 39 miliar untuk obligasi 10 tahun menunjukkan permintaan kuat, memberikan sedikit harapan bagi investor.
Sebelumnya, yield melonjak 20 basis poin karena kekhawatiran investor atas kebijakan tarif Trump. Situasi memburuk dengan respons Tiongkok yang menambah tarif 50% terhadap barang AS, serta keputusan Uni Eropa untuk memberlakukan tarif atas barang AS senilai €21 miliar.
Aksi jual oleh investor asing dan pergeseran menuju likuiditas tunai memperkuat ketakutan bahwa Treasury AS mulai kehilangan statusnya sebagai aset aman.
Terlebih, laporan Reuters (9 April 2025) juga mencatat penjualan Treasury oleh hedge fund untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, menambah tekanan pasar.
Penyebab utama gejolak ini adalah perang tarif yang kembali memanas. Penangguhan 90 hari memang meredakan ketegangan sementara, tapi kenaikan tarif Tiongkok dan respons Uni Eropa menjaga pasar dalam ketidakpastian.
Permintaan kuat pada lelang Treasury menunjukkan ada investor yang masih percaya pada obligasi AS, meskipun volatilitas tetap tinggi.
Ketegangan ini juga dipengaruhi oleh peristiwa global lain, seperti ketegangan di Teluk Persia, yang sempat memicu lonjakan minyak sebelum stabil kembali.
Pasar Saham BEI Pulih Tipis: IHSG dan Indeks Lain Bergerak pada 9 April 2025
Pada penutupan perdagangan 9 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil rebound tipis setelah anjlok besar sehari sebelumnya.
IHSG ditutup di level 5.996,14, naik 0,36% atau sekitar 21,71 poin dari 5.974,43 pada pembukaan, meski sempat menyentuh 6.088,13 di awal sesi.
Indeks lain juga menunjukkan pemulihan. LQ45 naik 0,41% ke 863,12, IDX30 menguat 0,39% ke 425,67, Bisnis27 bertambah 0,35% ke 512,34, SRI Kehati naik 0,37% ke 354,89, dan ISSI meningkat 0,33% ke 178,25.
Meskipun demikian, kenaikan ini terlihat lemah dibandingkan penurunan drastis 9,19% pada 8 April, menandakan pasar masih cautious.
Pergerakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Setelah tarif impor AS sebesar 32% terhadap Indonesia diumumkan pada 2 April dan dibalas Tiongkok pada 4 April, pasar global mulai menyesuaikan diri, memberikan ruang untuk pemulihan kecil.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) di pasar valas dan SBN berhasil menahan pelemahan Rupiah dari puncak Rp 17.223 selama libur, menjadi Rp 16.891 per dolar AS. Intervensi BI juga menjaga yield SUN 10 tahun stabil di 7,08%.
Di sisi domestik, sentimen negatif dari pemotongan anggaran Rp306 triliun mereda sementara karena investor mulai mencari bargain hunting setelah aksi jual panik pada 8 April.
Namun, ketegangan geopolitik di Teluk Persia pada pagi 9 April menahan kenaikan lebih lanjut.
Investor asing tercatat melakukan net sell sebesar Rp3,69 triliun pada 8 April. Tren net sell juga berlanjut pada 9 April meski dalam skala yang lebih kecil, diperkirakan sekitar Rp 1,5 triliun berdasarkan aktivitas pasar sekunder.
Saham-saham seperti BMRI, BBRI, BBCA, UNTR, dan ADRO menjadi yang paling banyak dilepas asing pada hari sebelumnya, dan tekanan jual ini masih terasa meskipun ada pembelian selektif di saham-saham blue chip pada 9 April.
Volume transaksi SBN tetap tinggi di Rp 29,4 triliun, menunjukkan intervensi BI masih dominan, sementara pasar saham berusaha pulih dari tekanan global dan domestik yang berat.
Obligasi Tertekan: Gejolak Global Guncang SUN pada 9 April 2025
Dilansir dari BNI Sekuritas, harga Surat Utang Negara (SUN) melemah pada sesi perdagangan 9 April 2025 waktu Indonesia Barat (WIB).
Berdasarkan data PHEI, yield SUN 5 tahun (FR0104) naik 8 basis poin ke 6,91%, sedangkan yield SUN 10 tahun (FR0103) meningkat 6 basis poin menjadi 7,14%, konsisten dengan data Bloomberg.
Volume transaksi SBN turun ke Rp23,8 triliun dari Rp29,4 triliun sehari sebelumnya, dengan FR0103 dan FR0104 jadi yang paling aktif diperdagangkan.
Rupiah sedikit menguat ke Rp16.873 per USD dari Rp16.891, tapi pasar obligasi tetap tertekan oleh sentimen global.
Pelemahan ini dipicu oleh ketegangan perdagangan dan geopolitik yang memburuk sebelum sesi 9 April WIB.
Tarif impor Tiongkok yang naik ke 84% sebagai respons atas kebijakan AS, ditambah kenaikan yield US Treasury 10 tahun ke 4,34% (naik 8 basis poin), mendorong investor asing menjual aset emerging markets, termasuk SUN.
Ketegangan di Teluk Persia pada 8 April, dengan aktivasi peperangan elektronik Iran, juga menambah ketidakpastian, meskipun harga minyak stabil di USD 65–66 per barel.
Pengumuman penangguhan tarif Trump baru diumumkan malam hari WIB (9 April EDT), sehingga belum berdampak pada sesi ini—penyebab utama adalah volatilitas global sebelumnya.
Penangguhan tarif Trump selama 90 hari (diumumkan 9 April EDT) berpotensi meredakan tekanan pada SUN. Yield SUN 10 tahun di 7,14% bisa turun ke 7–7,1% jika sentimen membaik dan investor asing kembali masuk, didukung intervensi BI yang menjaga Rupiah di Rp 16.800an.
Namun, jika perang tarif AS-Tiongkok (tarif AS ke 125%) meningkat setelah periode ini atau ketegangan global berlanjut, yield SUN berisiko naik ke 7,2–7,3%, seiring biaya pinjaman yang lebih tinggi dan outflow modal.
Stabilitas pasar akan bergantung pada langkah BI dan respons pasar global terhadap negosiasi tarif.
Emas Bersinar: Lonjakan Harga pada 9 April 2025
Harga emas dunia (XAU) melonjak lebih dari 3% pada penutupan 9 April 2025, mencapai USD 3,065 per troy ounce. Harga emas naik dari USD 2,978 pada 8 April, menurut Trading Economics.
Kenaikan ini menunjukkan kekuatan emas sebagai aset aman di tengah gejolak global.
Ketegangan perdagangan AS-Tiongkok dan permintaan yang tinggi mendorong investor kembali ke logam mulia ini, meskipun pasar saham AS seperti S&P 500 juga pulih 10,5%.
Di Indonesia, harga emas Antam pada 9 April 2025 naik menjadi Rp 1.777.000 per gram untuk penjualan dan Rp 1.627.000 untuk pembelian kembali, melonjak Rp 23.000 atau sekitar 1,3% dari Rp 1.754.000 pada 8 April, sesuai laporan Logam Mulia dan Kompas.tv.
Penguatan Rupiah ke Rp 16.873 per USD berkat intervensi BI turut memengaruhi. Namun, permintaan emas lokal tetap besar sebagai pelindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi.
Pemicu utama adalah memanasnya perang dagang.
Dalam hal ini, Trump mengumumkan penangguhan tarif 90 hari dengan tarif 10% untuk sebagian negara kecuali Tiongkok (9 April EDT, malam WIB), sementara tarif Tiongkok naik ke 125% dan Beijing balas dengan 84%.
Ketegangan di Teluk Persia juga mendukung kenaikan, ditambah inflow ETF emas global sebesar 226,5 ton (USD 21,1 miliar) di kuartal pertama 2025, menurut World Gold Council.
Emas jadi bintang di hari yang penuh gejolak ini.
Factors to Watch:
- Ketegangan Perdagangan Global: Penangguhan tarif AS selama 90 hari yang diumumkan Trump pada 9 April (waktu AS) memberikan ruang negosiasi. Namun, kenaikan tarif Tiongkok ke 125% dan respons Uni Eropa terhadap barang AS senilai €21 miliar tetap menekan perdagangan dunia, termasuk ekspor Indonesia seperti minyak sawit.
- Gejolak di Teluk Persia: Ketegangan yang mereda pada 9 April menjaga harga minyak stabil di USD 65–66 per barel. Meski demikian, masih ada risiko eskalasi yang berpotensi meningkatkan biaya impor Indonesia dan inflasi, memengaruhi rupiah dan yield SBN.
- Pergerakan Yield Treasury AS: Yield US Treasury 10 tahun turun ke 4,4% pada 9 April setelah lonjakan sebelumnya, mencerminkan sentimen pasar yang fluktuatif. Ini bisa memengaruhi aliran modal asing ke SBN dan stabilitas rupiah (Rp 16.908 per USD).
- Intervensi BI dan Stabilitas Domestik: Langkah BI menjaga Rupiah dan yield SUN (7,14% untuk tenor 10 tahun) dengan cadangan devisa USD154,5 miliar (Februari 2025) menjadi penopang utama. Namun, pemotongan anggaran Rp306 triliun menimbulkan kekhawatiran perlambatan ekonomi.
Rekomendasi untuk Investor
1. Reksa Dana: Pilih reksa dana pasar uang untuk stabilitas dan likuiditas tinggi (imbal hasil 4–6% per tahun) di tengah volatilitas pasar saham pasca-IHSG naik tipis ke 5.996,14. Hindari reksa dana saham jangka pendek karena risiko global, kecuali untuk investor jangka panjang yang tahan fluktuasi.
2. SBN (Surat Berharga Negara): Sukuk Tabungan Seri ST014 adalah rekomendasi utama untuk risiko rendah dan return stabil. Kupon mengambang dengan batas bawah (floating with floor) dijamin pemerintah, sehingga aman dari fluktuasi pasar.
Manfaatkan SBN seri ST014 yang sedang dalam masa penawaran sampai dengan tanggal 16 April 2025, tenor 2 tahun (ST014-T2) dengan kupon 6,50% per tahun (5,85% netto setelah pajak kupon) dan tenor 4 tahun (ST014-T4) dengan kupon 6,60% per tahun (5,94% netto setelah pajak kupon).
3. Emas: Emas tetap menjadi aset lindung nilai yang solid meski turun tipis ke Rp1.751.000 per gram pada 9 April. Dengan harga dunia di USD2.978 per troy ounce dan ketegangan geopolitik yang belum reda, emas Antam layak dipertimbangkan untuk diversifikasi portofolio, terutama bagi investor yang ingin melindungi nilai aset dari pelemahan rupiah.
Kondisi saat ini menawarkan peluang dan tantangan. Penangguhan tarif AS bisa jadi sinyal positif untuk SBN dan Rupiah, sementara emas tetap relevan di tengah gejolak. Investor perlu pantau perkembangan negosiasi tarif dan langkah BI untuk strategi yang lebih tepat.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.