tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Anjlok, Masih Karena Ketidakpastian Kebijakan Tarif Trump dan Ketidakpastian Kebijakan Fiskal RI.
- Moody’s Mempertahankan Peringkat Kredit Indonesia Baa2 (Investment Grade), Namun Belum Berpengaruh Positif Pada IHSG dan Harga Obligasi.
- Harga SUN dan Rupiah Melemah Akibat Tekanan Ketidakpastian Global.
- Emas Turun Jumat Lalu Karena Menguatnya US Dollar, Namun Kembali Menguat Senin Pagi Karena Memanasnya Situasi Timur Tengah.
- Saham AS Bangkit Tipis Berkat ‘Fleksibilitas’ Tarif Trump, Namun Tekanan Masih Membayang.
- SBN Syariah ST014 sudah bisa dibeli di tanamduit. Kupon (imbal hasil) perdana 6,50%/tahun untuk tenor 2 tahun (ST014-T2) dan 6,60%/tahun untuk tenor 4 tahun (ST014-T4).
- Kupon perdana ST014 menjadi kupon perdana ST tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon ST014 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran ST014: 7 Maret 2025-16 April 2025.
Investasi ST014 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 21 Maret 2025.
IHSG Anjlok, Masih Karena Ketidakpastian Kebijakan Tarif Trump dan Ketidakpastian Kebijakan Fiskal RI.
Pasar saham Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), mengalami penurunan tajam pada perdagangan Jumat (21/3/2025).
IHSG ditutup turun 1,94% di level 6.258,18, menjadi salah satu yang terlemah di Asia setelah Indeks Hang Seng.
Penyebab utamanya adalah sentimen global akibat kebijakan tarif perdagangan baru dari Presiden AS, Donald Trump, yang akan berlaku per 2 April, ditambah ketidakpastian ekonomi dunia.
Saham teknologi dan properti jadi yang paling terpukul, masing-masing turun hingga 4,99% dan 3,52%. Sementara itu, saham utilitas justru naik 5,48%.
Volume transaksi tinggi, mencapai Rp21 triliun lebih, menunjukkan pasar sangat aktif meski didominasi aksi jual.
Selain sentimen global, kondisi domestik juga ikut menekan IHSG. Ketidakpastian kebijakan fiskal pemerintahan Prabowo Subianto, arus keluar dana asing, dan isu politik seperti mundurnya Sri Mulyani serta RUU TNI, membuat investor cemas.
Bank besar seperti BCA dan Mandiri jadi pemberat utama IHSG, dengan saham BCA bahkan turun di bawah 8.000. Di tengah gejolak ini, investor cenderung beralih ke aset aman seperti obligasi.
Di sisi positif, Moody’s tetap mempertahankan peringkat kredit Indonesia di Baa2 dengan outlook stabil, menandakan ekonomi Indonesia masih tangguh. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyebut ini sebagai bukti kepercayaan dunia terhadap fundamental ekonomi RI yang solid.
Namun, dengan ketidakpastian global dan domestik yang belum reda, pasar saham dan obligasi rupiah diperkirakan tetap fluktuatif.
Para ahli seperti Todd Jablonski dan Michael Rosen memprediksi pasar akan terus naik-turun hingga ada kejelasan kebijakan, baik dari Trump maupun Prabowo, yang bisa menentukan arah ekonomi ke depan. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia)
Moody’s Mempertahankan Peringkat Kredit Indonesia Baa2 (Investment Grade), Namun Belum Berpengaruh Positif Pada IHSG dan Harga Obligasi
Pada hari Kamis (20/3/2025), Moody’s Investors Service menetapkan peringkat kredit Indonesia di level Baa2 dengan outlook stabil. Artinya, ekonomi RI masih dianggap kuat dan aman untuk investasi.
Peringkat ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kebijakan moneter yang baik, meskipun ada tantangan global seperti kebijakan tarif dari AS.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyambut baik hal ini, menyebutnya sebagai tanda kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Namun, apakah berita ini benar-benar membawa kabar baik untuk pasar saham dan obligasi Indonesia?
Untuk IHSG, peringkat ini seharusnya menjadi “angin segar”. Namun, pada kenyataannya, pasar saham justru turun 1,94% ke 6.258,18 pada 21 Maret 2025, meski lebih disebabkan oleh ketakutan akan tarif Trump dan masalah lokal.
Sementara itu, yield SUN tenor 10 tahun mengalami kenaikan sekitar 5 bps, atau sekitar 0,64%, yang menandakan terjadinya penurunan harga.
Sejumlah analis mengatakan bahwa peringkat terakhir dari Moody’s ini berdampak positif untuk jangka panjang.
Namun, dalam jangka pendek, pasar saham dan obligasi masih akan naik-turun (volatile) karena ketidakpastian global, perang dagang Trump jilid 2, mata uang US Dollar yang masih kuat, dan suasana geopolitik yang masih panas. (tanamduit, Grok AI)
Harga SUN dan Rupiah Melemah, Tertekan oleh Ketidakpastian Global
Harga Surat Utang Negara (SUN) melemah pada Jumat, 21 Maret 2025, dengan imbal hasil (yield) SUN 5-tahun naik jadi 6,84% dan 10-tahun jadi 7,15%.
Naiknya yield SUN menandakan bahwa harga SUN turun. Sebab, yield dan harga bergerak berlawanan.
Volume transaksi SUN melonjak menjadi Rp24,5 triliun dari Rp18,7 triliun di hari sebelumnya, dengan seri FR0103 dan FR0104 paling ramai diperdagangkan.
Pada Kamis (20/3/2025), Moody’s mempertahankan peringkat kredit Indonesia di Baa2 dengan outlook stabil, menunjukkan ekonomi RI kuat meski ada tantangan seperti pajak yang lemah.
Namun, investor asing justru jual bersih Rp4,25 triliun di pasar saham dan obligasi, sementara rupiah melemah tipis ke level Rp16.502 per dolar AS.
Di sisi lain, pasar obligasi global menunjukkan tanda-tanda yang beragam. Yield US Treasury 10-tahun naik tipis ke 4,25%, sementara Credit Default Swap (CDS) Indonesia naik menjadi 91 basis poin, yang berarti risiko dianggap sedikit lebih tinggi.
Minggu lalu, yield SUN 10-tahun naik 21 basis poin ke 7,18%, dipicu oleh pelemahan rupiah sebesar 0,93%.
Dalam hal ini, analis BNI Sekuritas memprediksi yield SUN 10-tahun dapat bergerak antara 6,97%–7,26% pada 24-28 Maret, menandakan pasar obligasi bakal lebih bergejolak.
Meski peringkat kredit stabil, tekanan dari luar dan dalam negeri dapat membuat harga SUN dan pasar saham terus terombang-ambing. (BNI Sekuritas)
Emas Turun Jumat Lalu Karena Menguatnya US Dollar, Namun Kembali Menguat Senin Pagi Karena Memanasnya Situasi Timur Tengah
Harga emas turun lebih dari 1% jadi USD3.015 per ons pada Jumat (21/3/2025). Penurunan ini terjadi karena penguatan dolar AS dan beberapa investor mengambil untung.
Meski demikian, emas masih naik 0,7% dalam sepanjang minggu lalu, menuju kenaikan mingguan ketiga berturut-turut.
Kekuatan dolar membuat emas menjadi lebih mahal untuk pembeli luar negeri. Namun, permintaan tetap tinggi karena ketegangan geopolitik, seperti konflik di Gaza, dan harapan suku bunga AS turun.
Tahun ini, emas sudah 16 kali cetak rekor, dengan puncak tertinggi USD3.057,21 per ons pada hari Kamis, menegaskan statusnya sebagai aset aman yang paling favorit.
Meski turun di hari Jumat (21/3/2025), harga emas naik tipis 0,1% ke USD3.025,74 per ons pagi ini, tepatnya pada Senin (24/3/2025) waktu Asia.
Kenaikan emas didorong oleh ketegangan di Timur Tengah. AS mengirim kapal induk setelah serangan Israel ke Hamas di Gaza berlanjut, membuat investor mencari perlindungan ke emas.
Dalam hal ini, analis dari Commerzbank Research mengatakan, selama konflik masih ada, harga emas tidak akan jatuh dalam.
Terlebih, dengan prospek suku bunga AS yang mungkin turun dua kali tahun ini, emas masih jadi incaran, meski menguatnya dolar AS sempat membuat harga emas goyah akhir pekan lalu. (Trading Economics, Dow Jones News Wires)
Saham AS Bangkit Tipis Berkat ‘Fleksibilitas’ Tarif Trump, Tapi Tekanan Masih Membayang
Indeks saham utama AS berhasil menutup perdagangan Jumat 21 Maret 2025 di wilayah positif, setelah Presiden Donald Trump menyebutkan adanya “fleksibilitas” dalam kebijakan tarifnya.
Meskipun sesi perdagangan diprediksi akan bergejolak karena peristiwa “quadruple witching” (berakhirnya kontrak opsi dan berjangka), S&P 500 naik 0,1%, Dow Jones naik 31 poin, dan Nasdaq menguat 0,5%.
Trump menegaskan bahwa tarif akan bersifat timbal balik. Namun, sentimen positif ini terbatas karena tekanan pasar masih kuat, terutama akibat perkiraan pendapatan yang mengecewakan dari beberapa perusahaan besar.
Meskipun ada secercah optimisme dari komentar Trump, ketidakpastian terkait tarif dan prospek pendapatan perusahaan tetap menjadi tantangan besar bagi pasar saham AS. (Trading Economics)
Factors to Watch:
1. Ketegangan Geopolitik dan Kebijakan Tarif AS
- Konflik di Timur Tengah, seperti serangan Israel-Hamas di Gaza, serta pengiriman kapal induk AS, meningkatkan risiko geopolitik. Ditambah lagi, sinyal “fleksibilitas” tarif dari Trump, meski tetap timbal balik, membuat pasar global bergejolak, terutama dengan dolar AS yang kuat dan ekspektasi suku bunga Fed yang bisa turun dua kali tahun ini.
2. Sentimen Pasar dan Data Ekonomi
- Yield US Treasury 10-tahun naik tipis ke 4,25%, menunjukkan risiko yang lebih tinggi.
3. Ketidakpastian Domestik dan Fundamental Ekonomi
- Peringkat kredit Baa2 stabil dari Moody’s menjadi penopang. Namun, rupiah masih volatile dan cenderung melemah, IHSG masih tren turun, dan harga SUN juga masih melemah akibat berlanjutnya outflow asing. Di lain pihak, isu politik lokal dan kebijakan Prabowo juga membuat investor ragu dan cenderung wait and see.
Rekomendasi untuk Investor:
Investor disarankan untuk “bermain aman” dengan fokus ke aset stabil seperti emas dan SBN jangka pendek, sambil memantau perkembangan tarif AS, geopolitik, dan kebijakan domestik yang berpotensi membuat pasar bergerak volatile.
1. Reksa Dana
- Alokasikan lebih banyak ke reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap untuk menjaga stabilitas, karena IHSG sedang dan masih akan volatile akibat tekanan global dan lokal.
- Kurangi reksa dana saham murni untuk sementara, kecuali untuk investor agresif yang siap ambil risiko tinggi dengan horizon jangka panjang.
2. SBN – ST014
- Manfaatkan SBN seri ST014 yang sedang dalam masa penawaran sampai dengan tanggal 16 April 2025.
- ST014 tenor 2 tahun (ST014-T2) menawarkan kupon 6,50% per tahun (5,85% netto setelah pajak kupon). Sementara itu, ST014 tenor 4 tahun (ST014-T4) menawarkan kupon 6,60% per tahun (5,94% netto setelah pajak kupon).
3. Emas
- Pertahankan atau tambah alokasi emas dalam portofolio, sebagai lindung nilai (hedging) terhadap ketidakpastian pasar dan pelemahan rupiah.
- Pertimbangkan untuk menambah emas jika harga emas mengalami koreksi sementara.
- Hindari spekulasi jangka pendek, fokus pada investasi jangka panjang mengingat emas tetap menjadi aset safe haven.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.