tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG dan Rupiah Kompak Menguat.
- Rupiah Menguat, Tapi Risiko Global dan Domestik Tetap Membayangi.
- Harga Emas Stabil, Menunggu Perkembangan Data Inflasi AS dan Arah Mata Uang US Dollar.
- Yield Obligasi Treasury AS Turun Lagi, Karena Kekhawatiran Prospek Ekonomi AS yang Suram.
- Indeks Dolar AS Naik ke 103,8, Meski Bunga Obligasi AS Turun.
- SBN Syariah ST014 sudah bisa dibeli di tanamduit. Kupon (imbal hasil) perdana 6,50%/tahun untuk tenor 2 tahun (ST014-T2) dan 6,60%/tahun untuk tenor 4 tahun (ST014-T4).
- Kupon perdana ST014 menjadi kupon perdana ST tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon ST014 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran ST014: 7 Maret 2025-16 April 2025.
Investasi ST014 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 20 Maret 2025.
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat
Kamis (20/3/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,11% ke level 6.381,67, didorong oleh penguatan rupiah yang mencapai Rp16.470/USD.
Kenaikan IHSG dipicu oleh sentimen positif dari kebijakan Federal Reserve (The Fed, bank sentral AS) yang mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%-4,5%. Selain itu, sinyal potensi dua kali pemotongan suku bunga pada 2025 juga menambah sentimen positif.
Analis pasar menilai, kebijakan The Fed yang lebih “dovish” ini memberi angin segar bagi pasar saham Asia, termasuk Indonesia.
Di samping itu, pelemahan imbal hasil US Treasury 10 tahun ke 4,22% juga mendorong melemahnya dolar AS, yang berdampak positif pada rupiah dan IHSG.
Saham-saham unggulan seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan saham milik konglomerat Prajogo Pangestu, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), menjadi penggerak utama kenaikan IHSG.
Di sisi lain, harga emas dunia sempat mencetak rekor baru di level USD3.050/ons sebelum sedikit melemah ke level USD3.045/ons pada perdagangan sore.
Kenaikan emas dipicu oleh ketidakpastian global, termasuk ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan AS yang memicu permintaan safe haven.
Meskipun The Fed memproyeksikan inflasi AS yang lebih tinggi, investor tetap memandang emas sebagai instrumen lindung nilai yang andal.
Sementara itu, pasar saham China justru melemah setelah Bank Sentral China mempertahankan suku bunga pinjaman (loan prime rate) di 3,1%, yang dianggap kurang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan sentimen positif dari dalam dan luar negeri, IHSG diprediksi masih memiliki ruang untuk melanjutkan penguatan, meskipun investor perlu mewaspadai volatilitas yang mungkin terjadi. (Sumber: IDX Channel, Bisnis)
Yield Obligasi RI Naik, Sentimen Global Cenderung Negatif
Kamis (20/3/2025), harga Surat Utang Negara (SUN) ditutup bervariasi. Yield SUN Benchmark 5-tahun turun 1 basis poin (bp) menjadi 6,75%, sementara yield SUN Benchmark 10-tahun naik 2 bp ke 7,07%.
Volume transaksi SBN turun menjadi Rp18,7 triliun, dengan seri FR0103 dan FR0104 menjadi yang teraktif. Meski demikian, rupiah menguat 0,28% ke Rp16.485/USD, didorong oleh pelemahan dolar AS dan penurunan imbal hasil US Treasury 10 tahun ke 4,24%.
Namun, sentimen global memberikan tekanan pada pasar. Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5-tahun melonjak 6 basis poin menjadi 90 basis poin, mencerminkan peningkatan persepsi risiko oleh investor.
Di sisi lain, yield curve US Treasury (UST) menunjukkan penurunan, dengan UST 5-tahun turun 2 basis poin ke 4,01% dan UST 10-tahun turun 1 basis poin ke 4,24%.
Lonjakan CDS ini menjadi indikator penting yang menunjukkan potensi volatilitas harga dan yield dari instrumen SBN berdenominasi rupiah.
Menurut Investing.com, pergerakan pasar obligasi seringkali dipengaruhi oleh sentimen global dan kebijakan moneter, yang dapat memberikan dampak signifikan pada investasi lokal.
Dengan kondisi ini, investor diharapkan tetap waspada terhadap dinamika pasar yang terus berubah. (BNI Sekuritas)
Rupiah Menguat, Namun Risiko Global dan Domestik Tetap Membayangi
Pada Kamis (20/3/2025), rupiah ditutup menguat 0,28% ke level Rp16.485 per dolar AS. Penguatan rupiah ini didukung oleh sentimen global yang lebih stabil setelah Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan.
Meski menguat, rupiah tetap menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di Asia tahun ini yang mencatat penurunan lebih dari 2% terhadap dolar AS.
Menurut Christopher Wong, FX strategist di OCBC, kekhawatiran investor terhadap keberlanjutan fiskal Indonesia dan ketidakpastian rencana belanja ambisius Presiden Prabowo Subianto menjadi faktor utama yang menekan rupiah.
Tak hanya itu, spekulasi mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani turut memengaruhi sentimen pasar. (Bisnis)
Harga Emas Stabil, Menunggu Perkembangan Data Inflasi AS dan Arah Mata Uang US Dollar
Harga emas tetap stabil di awal perdagangan Asia pada Jumat (21/3) pagi ini setelah mencetak rekor tertinggi di sesi sebelumnya, mencapai $3.045,43 per ons.
Stabilitas emas terjadi setelah pidato Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang meskipun menyoroti ketidakpastian kebijakan Presiden Trump, tidak mengubah ekspektasi pasar terkait pemotongan suku bunga hingga dua atau tiga kali tahun ini.
Emas, yang biasanya bergerak berlawanan dengan suku bunga, tetap diminati sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Menurut Kontan, ketegangan geopolitik dan ekspektasi pemangkasan suku bunga menjadi faktor utama yang mendorong harga emas ke level tertinggi sepanjang masa. Analis dari Investing.com juga mencatat bahwa pelemahan dolar AS dan kekhawatiran inflasi turut memperkuat daya tarik emas sebagai lindung nilai.
Selain itu, ketegangan geopolitik, seperti konflik di Timur Tengah, juga menjadi pendorong utama permintaan emas.
Dengan prospek pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed, emas diperkirakan akan tetap menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari perlindungan dari ketidakpastian ekonomi.
Namun, para ahli memperingatkan bahwa volatilitas tetap mungkin terjadi, terutama jika ada perubahan signifikan dalam kebijakan moneter atau geopolitik. (Sumber: Dow Jones News Wires, Kontan, Investing)
Yield Obligasi Treasury AS Turun Lagi Akibat Kekhawatiran Terkait Suramnya Prospek Ekonomi AS
Yield (imbal hasil) obligasi pemerintah AS (US Treasury) sempat turun pada Kamis (20/3/2025). Penyebabnya adalah ketidakpastian atas kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump dan suramnya prospek ekonomi AS.
Dalam hal ini, Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, sebelumnya menyatakan bahwa The Fed siap bertindak jika ekonomi melambat. Namun, proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah, pengangguran yang lebih tinggi, dan inflasi yang meningkat membuat investor waspada.
Analis Will Compernolle dari FHN Financial menilai bahwa panduan The Fed terlalu tidak jelas, sehingga investor obligasi sebaiknya bersikap skeptis.
Lebih lanjut, meskipun The Fed memproyeksikan dua kali pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada 2025, ketidakpastian kebijakan Trump, termasuk rencana tarif impor baru pada 2 April, menambah tekanan pada pasar.
Yield obligasi 10 tahun AS turun 1,9 basis poin ke 4,237%, mendekati level terendah sejak 11 Maret.
Menurut Bloomberg, The Fed juga akan mengurangi program pelonggaran kuantitatif (quantitative tightening), yang memberikan sedikit dukungan bagi pasar obligasi.
Dengan prospek ekonomi yang suram, investor tetap berhati-hati terhadap potensi perlambatan ekonomi dan inflasi yang lebih tinggi. (Sumber: Reuters, Bloomberg)
Indeks Dolar AS Naik ke 103,8 Meski Bunga Obligasi AS Turun
Indeks dolar AS (DXY) naik ke level 103,8 pada Kamis (20/3/2025), setelah sempat turun ke level terendah lima bulan di 103,2 awal pekan ini.
Kenaikan ini terjadi di tengah penurunan bunga obligasi pemerintah AS (yield Treasury).
Penyebabnya adalah bank-bank sentral di dunia seperti Bank Sentral Swiss (SNB) dan Bank Sentral Eropa (ECB) mengeluarkan kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan ekonomi, yang membuat dolar AS terlihat lebih menarik.
SNB bahkan menurunkan suku bunga untuk mencegah mata uangnya (franc Swiss) terlalu kuat. (Trading Economics)
Factors to Watch:
1. Kebijakan Moneter Global dan The Fed:
- The Fed mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%-4,5% tetapi memberi sinyal dua kali pemotongan suku bunga sebesar 50 bps pada 2025.
- Kebijakan ini memengaruhi aliran modal global, termasuk ke pasar emerging markets seperti Indonesia.
- Investor perlu memantau perkembangan inflasi AS dan kebijakan The Fed ke depan.
2. Ketegangan Geopolitik dan Perang Dagang:
- Ketegangan di Timur Tengah (konflik Israel-Hamas) dan kebijakan perdagangan AS (tarif baru pada 2 April 2025) menciptakan ketidakpastian global.
- Hal ini mendorong permintaan aset safe haven seperti emas dan obligasi pemerintah.
- Investor perlu waspada terhadap dampak ketegangan ini pada pasar keuangan dan nilai tukar.
3. Kinerja Pasar Saham, Obligasi, dan Emas
- Defisit APBN Indonesia mencapai Rp31,3 triliun (0,13% dari PDB), dengan kekhawatiran investor terhadap rencana belanja ambisius pemerintah.
- Investor perlu memantau kebijakan fiskal dan moneter Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas pasar.
Rekomendasi untuk Investor:
Investor disarankan untuk mendiversifikasi portofolio dengan mempertimbangkan instrumen yang lebih stabil, seperti reksa dana pasar uang, pendapatan tetap, SBN, dan emas.
Selain itu, pantaulah perkembangan kebijakan moneter global, ketegangan geopolitik, dan kondisi ekonomi domestik untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.
1. Reksa Dana
- Kurangi reksa dana saham dan indeks saham. Namun, tetaplah berinvestasi rutin pada 2 jenis reksa dana tersebut untuk jangka panjang
- Alihkan sebagian dari reksa dana saham dan indeks saham ke ke reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap yang memiliki alokasi lebih besar ke obligasi atau SBN untuk mengurangi risiko.
2. SBN – ST014
- Manfaatkan SBN seri ST014 yang sedang dalam masa penawaran sampai dengan tanggal 16 April 2025.
- ST014 tenor 2 tahun (ST014-T2) menawarkan kupon 6,50% per tahun (5,85% netto setelah pajak kupon). Sementara itu, ST014 tenor 4 tahun (ST014-T4) menawarkan kupon 6,60% per tahun (5,94% netto setelah pajak kupon).
3. Emas
- Pertahankan atau tambah alokasi emas dalam portofolio, sebagai lindung nilai (hedging) terhadap ketidakpastian pasar dan pelemahan rupiah.
- Pertimbangkan untuk menambah emas jika harga emas mengalami koreksi sementara.
- Hindari spekulasi jangka pendek, fokus pada investasi jangka panjang mengingat emas tetap menjadi aset safe haven.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.