tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Emas Tembus Rekor Tertinggi, Tarif Trump dan Suku Bunga Fed Jadi Pemicu.
- IHSG Tertekan Defisit APBN, Rupiah Justru Menguat.
- Yield SUN Naik Lagi, Pasar Obligasi Rupiah Tertekan Defisit APBN.
- APBN 2025 Revisi: Pertumbuhan 5%, Pasar Saham dan SUN Tertekan Defisit.
- Kebijakan Tarif Trump Picu Kenaikan Harga Obligasi Pemerintah AS Sehingga Yield Turun.
- Wall Street Terpuruk Akibat Ancaman Tarif Trump.
- SBN Syariah ST014 sudah bisa dibeli di tanamduit. Kupon (imbal hasil) perdana 6,50%/tahun untuk tenor 2 tahun (ST014-T2) dan 6,60%/tahun untuk tenor 4 tahun (ST014-T4).
- Kupon perdana ST014 menjadi kupon perdana ST tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon ST014 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran ST014: 7 Maret 2025-16 April 2025.
Investasi ST014 di tanamduit, bonus jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 13 Maret 2025.
Emas Tembus Rekor Tertinggi, Tarif Trump dan Suku Bunga Fed Jadi Pemicu
Harga emas melonjak lebih dari 1% pada Kamis (13/3/2025), mencapai rekor tertinggi baru di atas USD2.980 per ons.
Kenaikan ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan perdagangan global, terutama setelah Presiden AS, Donald Trump, mengancam mengenakan tarif 200% pada anggur dan minuman beralkohol dari Uni Eropa (UE) sebagai balasan atas tarif baru UE pada wiski AS.
Ketegangan geopolitik juga meningkat setelah Rusia menolak proposal gencatan senjata 30 hari yang didukung AS. Hal ini membuat investor berlindung ke aset safe haven seperti emas.
Data terbaru menunjukkan tekanan inflasi di AS mereda pada Februari, dengan Indeks Harga Produsen (PPI) dan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang lebih rendah dari perkiraan.
Hal ini memberi Federal Reserve (The Fed) ruang lebih besar untuk memotong suku bunga, yang biasanya mendorong kenaikan harga emas.
Investor memprediksi The Fed akan mempertahankan suku bunga saat ini pada pertemuan minggu depan, tetapi kemungkinan pemotongan suku bunga pada Juni mendatang semakin besar.
Emas telah naik 12% sepanjang tahun ini, didorong oleh ketidakpastian ekonomi global, kebijakan tarif Trump, dan harapan pelonggaran kebijakan moneter.
Analis memprediksi emas bisa mencapai USD3.000−USD3.200 per ons tahun ini, terutama jika ketegangan geopolitik dan perdagangan global terus meningkat.
Dengan berbagai faktor ini, emas tetap menjadi pilihan utama investor untuk melindungi portofolio mereka di tengah ketidakpastian pasar. (Trading Economics, Deepseek)
IHSG Tertekan Defisit APBN, Rupiah Justru Menguat
Kamis (13/3/2025), indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,26% ke level 6.647,41. Sentimen terkait defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp31,2 triliun hingga Februari 2025 memicu pelemahan IHSG.
Defisit ini terjadi karena belanja negara (Rp348,1 triliun) lebih besar daripada pendapatan negara (Rp316,9 triliun), dengan penerimaan pajak turun drastis 30,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor keuangan, transportasi, dan industri menjadi penyumbang terbesar pelemahan IHSG. Saham-saham seperti Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mengalami penurunan signifikan.
Indeks IDX30, SRI Kehati, dan Bisnis27 turun lebih dalam dibandingkan IHSG. Masing-masing indeks mencatatkan penurunan sebesar 1,43%, 1,21%, dan 1,29%.
Hal ini terjadi karena investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp897 miliar pada saham-saham besar seperti BBCA, BMRI, BBRI, dan TLKM. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa saham-saham besar (big caps) menjadi sasaran utama penjualan, memperburuk tekanan pada IHSG.
Meski IHSG melemah, nilai tukar rupiah justru menguat ke Rp16.420 per dolar AS, didukung oleh sentimen positif dari dalam negeri.
Investor juga menunggu data inflasi produsen AS yang akan memengaruhi pasar keuangan global.
Di tengah ketidakpastian ini, kebijakan tarif impor AS pada baja dan aluminium semakin memanas, memicu ketegangan perdagangan global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani diharapkan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai strategi pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan pengelolaan APBN, termasuk isu Danantara yang masih menjadi perhatian pasar.
Di tengah gejolak ekonomi global, pengumuman Tunjangan Hari Raya (THR) oleh pemerintah sempat memberikan sentimen positif.
Meski demikian, sentimen positif dari pengumuman THR tidak cukup untuk mengimbangi tekanan dari defisit APBN dan ketegangan perdagangan global.
Pasar kini menunggu langkah konkret pemerintah, termasuk klarifikasi mengenai Danantara dan kebijakan fiskal yang akan diambil untuk menstabilkan ekonomi.
Dengan berbagai tantangan ini, IHSG diprediksi akan tetap fluktuatif dalam waktu dekat. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia, IDX Channel)
Yield SUN Naik Lagi, Pasar Obligasi Rupiah Tertekan Defisit APBN
Kamis (13/3/2025), harga Surat Utang Negara (SUN) ditutup melemah, dengan yield SUN bertenor 10 tahun (FR0103) naik 1 basis poin ke level 6,95%.
Pelemahan harga SUN terjadi karena investor merespons defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp31,2 triliun hingga Februari 2025.
Defisit APBN menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan pemerintah dalam mengelola utang. Alhasil, investor meminta imbal hasil (yield) yang lebih tinggi sebagai kompensasi risiko.
Volume transaksi Surat Berharga Negara (SBN) secara outright tercatat sebesar Rp19,54 triliun, lebih rendah dibandingkan volume transaksi Rabu (12/3) sebesar Rp20,58 triliun.
Penurunan volume ini menunjukkan bahwa investor cenderung lebih hati-hati, menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai kebijakan fiskal pemerintah dan perkembangan ekonomi global.
Sentimen negatif di pasar obligasi rupiah juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global, termasuk kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump yang memicu ketegangan perdagangan.
Investor kini menunggu langkah konkret pemerintah RI, termasuk strategi penanganan defisit APBN dan kebijakan moneter Bank Indonesia, untuk memulihkan kepercayaan pasar.
Dengan berbagai tekanan ini, yield SUN diprediksi akan tetap tinggi dalam waktu dekat. (BNI Sekuritas, tanamduit)
APBN 2025 Revisi: Pertumbuhan 5%, Pasar Saham dan SUN Tertekan Defisit
Pada konferensi pers APBN 2025 revisi tanggal 13 Maret 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan defisit APBN mencapai Rp31,2 triliun (0,13% terhadap PDB), akibat belanja negara (Rp348,1 triliun) lebih besar daripada pendapatan (Rp316,9 triliun).
Penerimaan pajak juga turun drastis 30,5% karena perlambatan ekonomi global dan ketegangan perdagangan internasional.
Meski demikian, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5%, sedikit di bawah target APBN 5,2%, Namun, angka ini tetap lebih tinggi dibandingkan banyak negara dengan peringkat kredit serupa.
Dampak defisit APBN langsung terasa di pasar keuangan.
IHSG melemah 0,26% ke 6.647,41, dengan saham keuangan dan industri menjadi penyumbang terbesar pelemahan. Yield SUN bertenor 10 tahun naik 1 basis poin ke 6,95%, mencerminkan kekhawatiran investor akan risiko utang pemerintah.
Menjelang akhir 2025, pasar saham dan SUN diprediksi tetap fluktuatif.
Pergerakan pasar saham dan SUN akan dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah mengoptimalkan penerimaan dan menjaga belanja, serta dinamika global seperti perang dagang dan ketidakpastian geopolitik.
Investor disarankan tetap waspada dan memantau perkembangan kebijakan fiskal dan moneter. (tanamduit dibantu oleh Deepseek)
Kebijakan Tarif Trump Picu Kenaikan Harga Obligasi Pemerintah AS Sehingga Yield Turun
Kamis (13/3/2025), imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS turun.
Penurunan ini terjadi karena investor berbondong-bondong mencari aset safe haven seperti obligasi dan emas, menyusul pelemahan pasar saham dan meningkatnya ketidakpastian terkait kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump.
Trump mengancam akan mengenakan tarif 200% pada anggur dan produk alkohol dari Uni Eropa (UE) jika blok tersebut tidak mencabut tarifnya pada wiski AS.
Selain itu, tarif 25% pada impor baja dan aluminium AS yang mulai berlaku Rabu (12/3) lalu semakin memperburuk ketegangan perdagangan global, memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Data terbaru menunjukkan harga produsen AS (PPI) tidak berubah pada Februari, tetapi pasar mengabaikannya karena data tersebut dianggap tidak mencerminkan dampak tarif yang baru diberlakukan.
Investor lebih fokus pada indikator inflasi utama Federal Reserve (The Fed), yaitu pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), yang akan rilis pada 28 Maret.
Imbal hasil obligasi 10 tahun AS turun 3,4 basis poin ke 4,282%, sementara imbal hasil obligasi 2 tahun turun 4,2 basis poin ke 3,953%. Kurva imbal hasil antara obligasi 2 tahun dan 10 tahun juga menguat menjadi 33 basis poin.
Permintaan yang lemah terlihat pada lelang obligasi 30 tahun senilai $22 miliar, dengan imbal hasil mencapai 4,623%, sedikit lebih tinggi dari harga sebelum lelang.
Meski demikian, pemerintah AS masih melihat permintaan yang wajar untuk obligasi 10 tahun dan 3 tahun yang dijual sebelumnya.
Di tengah ketidakpastian ini, investor juga memantau perkembangan perundingan damai Rusia-Ukraina. Dalam hal ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan dukungan prinsip untuk gencatan senjata yang diusulkan AS.
Namun, ketegangan politik di dalam negeri AS, termasuk ancaman penutupan pemerintah, tetap menjadi faktor risiko yang membayangi pasar keuangan. (Reuters)
Wall Street Terpuruk Akibat Ancaman Tarif Trump
Saham-saham di AS anjlok pada hari Kamis (13/3/2025), memperpanjang aksi jual selama tiga minggu. Ancaman tarif baru dari Presiden Donald Trump mengguncang kepercayaan investor.
Indeks S&P 500 turun 1,4%, memasuki wilayah koreksi. Sementara itu, Nasdaq 100 turun 1,9%, terbebani oleh penurunan saham Apple dan Tesla.
Dow Jones juga turun 536 poin, jatuh di bawah angka 41.000 untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu.
Ketegangan perdagangan meningkat setelah Trump mengancam tarif 200% untuk anggur dan minuman beralkohol Eropa sebagai balasan atas bea masuk yang direncanakan UE untuk wiski Amerika. Hal ini memperkuat kekhawatiran atas perang dagang yang semakin intensif.
Selain itu, data inflasi harga produsen keluar lebih rendah dari yang diharapkan, dengan angka utama tetap datar dan tingkat inti turun 0,1%, memperkuat laporan CPI yang lebih dingin kemarin.
Dalam berita perusahaan, saham Adobe anjlok 13,8% setelah mengeluarkan prospek pendapatan yang lemah.
Di sisi lain, saham Intel melonjak 14,6% setelah pengumuman CEO baru.
Ketidakpastian ini semakin memperburuk sentimen pasar, membuat investor semakin khawatir akan dampak kebijakan tarif Trump terhadap ekonomi global. (Trading Economics)
Ulasan:
- Revisi APBN 2025 dan defisit neraca di awal tahun 2025 menggambarkan tantangan yang berat, menghadapi tekanan global dan pemasukan negara dari pajak. Pertumbuhan ekonomi 5% di tahun 2025 adalah suatu target yang optimis.
- IHSG: Sepanjang tahun 2025, IHSG diperkirakan akan menghadapi volatilitas yang cukup tinggi akibat ketidakpastian global dan domestik. Faktor-faktor seperti kebijakan tarif dan fiskal Presiden AS Donald Trump, ketegangan perdagangan global, serta proyeksi defisit APBN 2025 yang lebih lebar dari target pemerintah akan mempengaruhi pergerakan IHSG. Meskipun demikian, ada potensi penguatan IHSG jika kebijakan ekonomi domestik berhasil menstabilkan situasi dan meningkatkan kepercayaan investor. Beberapa analis memproyeksikan IHSG dapat mencapai level 8.150 pada akhir tahun 2025.
- Surat Utang Negara (SUN): Harga SUN diperkirakan akan tetap tertekan sepanjang tahun 2025, terutama untuk tenor menengah dan panjang, dengan potensi peningkatan volatilitas harga dan yield akibat ketidakpastian global dan risiko fiskal domestik. Intervensi Bank Indonesia di pasar spot, pasar forward domestik, dan pasar surat berharga negara akan membantu menstabilkan rupiah. Namun, tekanan eksternal dan internal tetap menjadi tantangan bagi pasar obligasi. Secara keseluruhan, pasar obligasi Indonesia akan menghadapi tantangan dari peningkatan pasokan surat utang pemerintah dan ketidakpastian ekonomi global.
- Harga emas diperkirakan akan terus mengalami kenaikan hingga akhir tahun 2025. Menurut prediksi Goldman Sachs, harga emas dapat mencapai USD 3.100 per troy ons pada akhir tahun 2025. Faktor-faktor yang mendukung kenaikan ini termasuk ketidakpastian ekonomi global, kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, dan permintaan yang meningkat untuk aset safe haven seperti emas. Selain itu, kebijakan moneter dari Federal Reserve dan ketegangan geopolitik juga akan mempengaruhi pergerakan harga emas
Rekomendasi:
1. Alokasikan sebagian dalam porsi yang agak besar ke Reksadana Pasar Uang untuk jangka pendek hingga jangka panjang untuk keperluan dana darurat. Selain itu, reksadana pasar uang juga dapat berfungsi sebagai pelindung atas volatilitas portfolio reksadana lainnya.
2. Prioritaskan Reksadana Pendapatan Tetap
- Walaupun ada tekanan harga, volatilitas harga obligasi yang menjadi portfolio reksadana pendapatan tetap tidak sevolatil harga saham. Harga obligasi juga menunjukkan tren yang positif dalam jangka menengah dan panjang
- Dengan ketidakpastian pasar saham dan kenaikan harga obligasi, reksadana yang berfokus pada instrumen fixed income (seperti SBN) bisa menjadi pilihan aman.
- Reksadana campuran dengan porsi besar di obligasi juga bisa dipertimbangkan untuk mengurangi risiko volatilitas saham.
3. Manfaatkan Peluncuran SBN Seri ST014
SBN seri ST014 bisa menjadi pilihan menarik, terutama dengan kondisi pasar yang volatil. SBN menawarkan imbal hasil stabil dan risiko rendah.
4. Diversifikasi Portofolio.
Kombinasikan reksadana pendapatan tetap, emas, dan sektor defensif untuk mengurangi risiko dan memanfaatkan peluang di berbagai instrumen.
5. Tingkatkan Alokasi ke Emas:
- Harga emas naik karena ketegangan perdagangan AS-China dan risiko geopolitik. Emas adalah aset safe haven yang cocok untuk melindungi kekayaan di tengah ketidakpastian.
- Pantau harga emas global. Harga emas dipengaruhi oleh faktor global, seperti kebijakan Federal Reserve, perang dagang, dan inflasi. Pantau perkembangan ini untuk menentukan waktu beli atau jual yang tepat.
- Emas cocok untuk investasi jangka panjang, terutama jika ketegangan geopolitik dan ekonomi global masih berlanjut.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.