Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 13 Maret 2025

tanamduit Breakfast News: 13 Maret 2025

oleh | Mar 13, 2025

tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.

Ringkasan Market Update:

  • IHSG Melonjak 1,82%, Sentimen Positif dari Pengumuman THR dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5% oleh Fitch Ratings.
  • SUN Tertekan Lagi, Yield Melonjak Karena Kekhawatiran Terhadap Kondisi Ekonomi Global dan Domestik,
  • Rupiah Meneruskan Pelemahan Beriringan Dengan Pelemahan Mata Uang Asia Lainnya.
  • Harga Emas Naik Lagi, Tarif Trump dan Inflasi AS Jadi Pemicu.
  • Yield Obligasi AS Naik Lagi, Tarif Trump Bikin Pasar Resah.
  • US Dollar Index Naik Lagi, Tarif Trump vs Inflasi yang Turun.
SBN ST014, Sumber Passive Income Syariah Terbaik!
  • SBN Syariah ST014 sudah bisa dibeli di tanamduit. Kupon (imbal hasil) perdana 6,50%/tahun untuk tenor 2 tahun (ST014-T2) dan 6,60%/tahun untuk tenor 4 tahun (ST014-T4).
  • Kupon perdana ST014 menjadi kupon perdana ST tertinggi sejak tahun 2020!
  • Kupon ST014 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
  • Masa penawaran ST014: 7 Maret 2025-16 April 2025.

Investasi ST014 di tanamduit, bonus jutaan rupiah!

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 12 Maret 2025.

data-market-update-13-maret-2025

 

IHSG Melonjak 1,82%, Sentimen Positif Dari Pengumuman THR dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5% oleh Fitch Ratings

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Rabu (12/3/2025) dengan kenaikan signifikan sebesar 1,82% ke level 6.665,04.

Kenaikan ini terjadi meskipun bursa saham Asia lainnya bergerak bervariasi, dengan sebagian besar cenderung melemah.

Investor di kawasan Asia tampaknya sedang menunggu laporan inflasi AS yang akan rilis pada malam ini. Proyeksi inflasi AS menunjukkan kenaikan, yang bisa memengaruhi keputusan The Fed (Bank Sentral AS) terkait suku bunga.

Sementara itu, di dalam negeri, pengumuman Tunjangan Hari Raya (THR) oleh Presiden Prabowo diduga menjadi salah satu pendorong kenaikan IHSG, karena mampu meredam kekhawatiran pasar terhadap dampak perang dagang AS.

Sektor teknologi dan perbankan menjadi penyumbang utama penguatan IHSG. Saham-saham seperti DCI Indonesia (DCII), Bank BRI (BBRI), dan Bank Mandiri (BMRI) menunjukkan kinerja positif. Masing-masing mencatat kenaikan mencapai 10%, 2,64%, dan 2,95%.

Selain itu, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga naik 3,75%.

Total transaksi di perdagangan Rabu (12/3) mencapai Rp9,86 triliun. Investor asing melakukan net buy sebesar Rp149 miliar.

Berbeda dengan IHSG indeks KLCI (Malaysia), SETI (Thailand) dan PSEI (Philippines) justru tertekan. Indeks KLCI dan SETI mencatat penurunan sebesar -2,32%. Sementara itu, indeks PSEI turun -0,18%.

Di Wall Street, tiga indeks utama—Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq— juga ditutup melemah pada perdagangan Selasa (12/3), mencerminkan ketidakpastian pasar global.

Sentimen negatif ini terutama dipicu oleh kekhawatiran akan kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, yang tidak terduga, serta proyeksi inflasi AS yang masih tinggi.

Laporan inflasi AS yang akan dirilis malam ini diprediksi menunjukkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) inti sebesar 0,3%, meskipun lebih rendah dari bulan sebelumnya.

Secara keseluruhan, IHSG hari ini mendapat dukungan dari faktor domestik, seperti pengumuman THR dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5% oleh Fitch Ratings.

Namun, ketidakpastian global, terutama terkait inflasi AS dan kebijakan perdagangan Trump, tetap menjadi ancaman.

Investor masih menunggu keputusan The Fed terkait suku bunga, yang akan sangat dipengaruhi oleh data inflasi terbaru.

Dengan demikian, meskipun IHSG hari ini menguat, pasar keuangan global masih dihadapkan pada tantangan yang cukup besar. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia, Bisnis)

SUN Tertekan Lagi, Yield Melonjak Karena Kekhawatiran Terhadap Kondisi Ekonomi Global dan Domestik

Tren pelemahan harga Surat Utang Negara (SUN) terus berlanjut. Harga SUN seri acuan turun hingga 35 basis poin, sementara yield SUN bertenor 10 tahun (FR0103) naik 5 basis poin ke level 6,94%.

Kenaikan yield ini mencerminkan tekanan yang semakin besar pada pasar obligasi, didorong oleh kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi global dan domestik.

Volume transaksi Surat Berharga Negara (SBN) secara outright juga menurun, tercatat sebesar Rp20,58 triliun hari ini, lebih rendah dibandingkan volume kemarin yang mencapai Rp26,68 triliun.

Penurunan volume ini menunjukkan bahwa investor cenderung menahan diri untuk beraktivitas di tengah ketidakpastian pasar.

Sentimen negatif di pasar SUN tidak lepas dari pengaruh eksternal, seperti proyeksi kenaikan inflasi AS yang membuat investor global lebih berhati-hati. Selain itu, kekhawatiran akan kebijakan moneter The Fed yang mungkin mempertahankan suku bunga tinggi turut membebani pasar obligasi domestik.

Di sisi dalam negeri, meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Fitch Ratings cukup optimis di level 5%, tekanan pada pasar SUN menunjukkan bahwa investor masih mempertimbangkan risiko likuiditas dan stabilitas fiskal.

Dengan yield yang terus naik, pemerintah mungkin perlu mempertimbangkan strategi baru untuk menarik minat investor.

Sementara itu, pelaku pasar tetap waspada terhadap dinamika global yang bisa memengaruhi stabilitas pasar keuangan Indonesia. (BNI Sekuritas, AI)

Rupiah Meneruskan Pelemahan Beriringan Dengan Pelemahan Mata Uang Asia Lainnya

Rabu (12/3/2025), mata uang rupiah kembali melemah. Rupiah ditutup di level Rp16.452 per dolar AS, turun 0,27% dari posisi sebelumnya.

Pelemahan ini terjadi seiring dengan penguatan indeks dolar AS sebesar 0,15% ke level 103,57.

Selain rupiah, sejumlah mata uang Asia lainnya seperti yen Jepang, dolar Singapura, dan yuan China juga mengalami pelemahan.

Sentimen global menjadi penyebab utama, terutama kekhawatiran investor terhadap data inflasi AS yang akan rilis pada malam ini. Data tersebut akan memengaruhi keputusan The Fed (Bank Sentral AS) terkait suku bunga.

Pasar juga khawatir kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump, termasuk tarif 25% pada baja dan aluminium, akan memicu inflasi dan menghambat pemotongan suku bunga oleh The Fed.

Di sisi dalam negeri, Fitch Ratings mempertahankan peringkat kredit Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stabil, menandakan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.

Namun, tantangan seperti penurunan permintaan impor dari China dan kebijakan tarif tinggi AS tetap menjadi ancaman.

Untuk perdagangan ke depan, rupiah diprediksi tetap fluktuatif dengan potensi melemah ke rentang Rp16.440-Rp16.500 per dolar AS.

Dengan demikian, meskipun kondisi ekonomi domestik relatif stabil, tekanan eksternal seperti kebijakan AS dan ketidakpastian global masih membayangi pergerakan rupiah.

Harga Emas Naik Lagi, Tarif Trump dan Inflasi AS Manjadi Pemicunya

Harga emas naik sekitar 0,7% ke USD2.935 per ons pada hari Rabu (12/3/2025).

Beberapa faktor, seperti  ketidakpastian kebijakan tarif impor AS dan laporan inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan, dorong kenaikan harga emas.

Emas, yang dianggap sebagai aset safe haven (tempat aman), merespons kekhawatiran investor bahwa tarif impor Trump pada baja dan aluminium akan memicu inflasi di masa depan.

Selain itu, data inflasi AS (Indeks Harga Konsumen/CPI) menunjukkan kenaikan hanya 0,2% pada Februari, lebih rendah dari Januari.

Hal ini meningkatkan harapan bahwa The Fed (Bank Sentral AS) mungkin akan memotong suku bunga pada Juni mendatang, yang biasanya mendorong kenaikan harga emas.

Kebijakan tarif Trump yang mulai berlaku hari ini telah memicu respons balasan dari Eropa, menambah ketegangan perdagangan global.

Investor juga menunggu data Indeks Harga Produsen (PPI) AS dan klaim pengangguran mingguan yang akan dirilis pada Kamis untuk melihat dampaknya terhadap ekonomi.

Dengan suku bunga rendah yang diperkirakan akan terus berlanjut, emas tetap menjadi pilihan investasi yang menarik di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

Yield Obligasi AS Naik Lagi, Tarif Trump Bikin Pasar Resah

Yield (imbal hasil) obligasi pemerintah AS naik pada Rabu (12/3/2025), meskipun data inflasi AS menunjukkan kenaikan harga yang lebih lambat dari perkiraan.

Kenaikan yield ini terjadi karena investor khawatir kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump, termasuk tarif 25% untuk baja dan aluminium, akan memicu inflasi.

Meski inflasi melambat, data pengeluaran konsumen (yang dipantau The Fed) justru lebih tinggi dari perkiraan, membuat pasar ragu The Fed akan menurunkan suku bunga.

Reli (kenaikan harga) obligasi AS pekan lalu, yang sempat menekan yield ke level terendah sejak Oktober, tampaknya tidak akan bertahan lama. Yield obligasi 10 tahun naik tipis ke 4,309%, sementara yield obligasi 2 tahun naik ke 3,976%.

Pasar juga menunggu perkembangan perundingan damai Rusia-Ukraina dan penjualan obligasi AS senilai $119 miliar pekan ini.

Dengan berbagai ketidakpastian ini, pasar obligasi AS diperkirakan akan tetap bergerak naik-turun dalam waktu dekat. (Reuters)

US Dollar Index Naik Lagi, Tarif Trump vs Inflasi yang Turun

Indeks dolar AS (DXY) sempat melemah ke level 103,4 setelah data inflasi AS (CPI) menunjukkan kenaikan harga yang lebih rendah dari perkiraan.

Hal ini meredakan kekhawatiran investor tentang stagflasi (kombinasi inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi lambat).

Namun, dolar kemudian pulih dan menguat ke level 103,6 karena investor sadar bahwa dampak tarif impor baru Presiden AS Donald Trump belum terasa sepenuhnya.

Tarif 25% pada impor baja dan aluminium dari Kanada, Australia, dan Uni Eropa mulai berlaku pada Rabu (12/3), dan inflasi diperkirakan bisa naik lagi dalam beberapa bulan ke depan.

The Fed (bank sentral AS) akan mengumumkan keputusan suku bunga minggu depan, dengan harapan menjaga suku bunga tetap stabil sambil merilis proyeksi ekonomi terbaru. (Trading Economics)

Ketegangan perdagangan global semakin memanas setelah Uni Eropa mengumumkan akan membalas tarif AS dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai €26 miliar mulai April.

Meski begitu, dolar AS menguat terhadap beberapa mata uang utama, termasuk yen Jepang, dolar Kanada, dan euro.

Investor tetap waspada karena kebijakan tarif Trump dan respons balasan dari negara lain bisa memengaruhi stabilitas ekonomi global dalam waktu dekat.

Ulasan:

  • Berita tentang peringkat kredit dari Fitch Ratings dan peringkat saham dari MSCI, JP Morgan, dan Goldman Sachs sudah terlihat priced-in dampaknya terhadap IHSG dan harga SUN. Namun, berita tentang kebijakan tarif Trump dan indikator ekonomi AS masih menjadi faktor dominan untuk pergerakan saham dan obligasi rupiah.
  • IHSG: Sepanjang tahun 2025, IHSG diperkirakan akan menghadapi volatilitas yang cukup tinggi akibat ketidakpastian global dan domestik. Faktor-faktor seperti kebijakan tarif dan fiskal Presiden AS Donald Trump, ketegangan perdagangan global, serta proyeksi defisit APBN 2025 yang lebih lebar dari target pemerintah akan mempengaruhi pergerakan IHSG. Meskipun demikian, ada potensi penguatan IHSG jika kebijakan ekonomi domestik berhasil menstabilkan situasi dan meningkatkan kepercayaan investor. Beberapa analis memproyeksikan IHSG dapat mencapai level 8.150 pada akhir tahun 2025.
  • Surat Utang Negara (SUN): Harga SUN diperkirakan akan tetap tertekan sepanjang tahun 2025, terutama untuk tenor menengah dan panjang, dengan potensi peningkatan volatilitas harga dan yield akibat ketidakpastian global dan risiko fiskal domestik. Intervensi Bank Indonesia di pasar spot, pasar forward domestik, dan pasar surat berharga negara akan membantu menstabilkan rupiah. Namun, tekanan eksternal dan internal tetap menjadi tantangan bagi pasar obligasi. Secara keseluruhan, pasar obligasi Indonesia akan menghadapi tantangan dari peningkatan pasokan surat utang pemerintah dan ketidakpastian ekonomi global.
  • Harga emas diperkirakan akan terus mengalami kenaikan hingga akhir tahun 2025. Menurut prediksi Goldman Sachs, harga emas dapat mencapai USD 3.100 per troy ons pada akhir tahun 2025. Faktor-faktor yang mendukung kenaikan ini termasuk ketidakpastian ekonomi global, kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, dan permintaan yang meningkat untuk aset safe haven seperti emas. Selain itu, kebijakan moneter dari Federal Reserve dan ketegangan geopolitik juga akan mempengaruhi pergerakan harga emas

Rekomendasi:

1. Alokasikan sebagian dalam porsi yang agak besar ke Reksadana Pasar Uang untuk jangka pendek hingga jangka panjang untuk keperluan dana darurat. Selain itu, reksadana pasar uang juga dapat berfungsi sebagai pelindung atas volatilitas portfolio reksadana lainnya.

2. Prioritaskan Reksadana Pendapatan Tetap

  • Walaupun ada tekanan harga, volatilitas harga obligasi yang menjadi portfolio reksadana pendapatan tetap tidak sevolatil harga saham. Harga obligasi juga menunjukkan tren yang positif dalam jangka menengah dan panjang
  • Dengan ketidakpastian pasar saham dan kenaikan harga obligasi, reksadana yang berfokus pada instrumen fixed income (seperti SBN) bisa menjadi pilihan aman.
  • Reksadana campuran dengan porsi besar di obligasi juga bisa dipertimbangkan untuk mengurangi risiko volatilitas saham.

3. Manfaatkan Peluncuran SBN Seri ST014

SBN seri ST014 bisa menjadi pilihan menarik, terutama dengan kondisi pasar yang volatil. SBN menawarkan imbal hasil stabil dan risiko rendah.

4. Diversifikasi Portofolio.

Kombinasikan reksadana pendapatan tetap, emas, dan sektor defensif untuk mengurangi risiko dan memanfaatkan peluang di berbagai instrumen.

5. Tingkatkan Alokasi ke Emas:

  • Harga emas naik karena ketegangan perdagangan AS-China dan risiko geopolitik. Emas adalah aset safe haven yang cocok untuk melindungi kekayaan di tengah ketidakpastian.
  • Pantau harga emas global. Harga emas dipengaruhi oleh faktor global, seperti kebijakan Federal Reserve, perang dagang, dan inflasi. Pantau perkembangan ini untuk menentukan waktu beli atau jual yang tepat.
  • Emas cocok untuk investasi jangka panjang, terutama jika ketegangan geopolitik dan ekonomi global masih berlanjut.

Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

DISCLAIMER:

Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

tanamduit Team

tanamduit adalah aplikasi investasi reksa dana, emas, Surat Berharga Negara (SBN), dan asuransi yang telah berizin dan diawasi oleh OJK.

banner-download-mobile