tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Rebound, Naik 2,37%, Saham Teknologi dan Bank Jadi Pahlawan di Tengah Banjir Jabodetabek.
- Harga Surat Utang Negara Menguat, Waspada Volatilitas.
- Rupiah Menguat ke Rp16.312/USD, Tarif AS dan Stimulus China Jadi Katalis.
- Harga Emas Stabil Jelang Data Penggajian AS, Tarif Trump Bikin Pasar Waspada.
- Yield Obligasi Treasury AS Naik Lagi, Tarif Trump dan Data Ekonomi Jadi Sorotan.
- Indeks Dolar AS Anjlok ke Level Terendah 4 Bulan, Tarif Trump Bikin Pasar Panik.
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 5 Maret 2025.
IHSG Rebound Naik 2,37%, Saham Teknologi dan Bank Jadi Pahlawan di Tengah Banjir Jabodetabek
Rabu (5/3/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan dengan kenaikan 2,37% ke level 6.531,39, meskipun terjadi bencana banjir besar di wilayah Jabodetabek.
Total transaksi mencapai Rp13,32 triliun dengan 21,7 miliar saham yang diperdagangkan. Rupiah juga menguat 0,81% terhadap dolar AS, menambah sentimen positif di pasar.
Kinerja IHSG ini didorong oleh sektor teknologi, perindustrian, dan barang baku, yang masing-masing naik 5,93%, 2,85%, dan 2,22%.
Saham-saham teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) melonjak 6,49%. Sementara itu, saham perbankan dan konglomerat seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan PT Amman Mineral Internasional (AMMN) masing-masing naik 4,63% dan 8,33%.
Indeks LQ45, yang berisi saham-saham unggulan, juga mencatat kenaikan 3,03%. Saham PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) menjadi penyumbang utama. Kinerja positif ini terjadi meskipun ada tekanan dari bencana banjir yang melanda pusat ekonomi Indonesia.
Banjir besar di Jabodetabek mengancam aktivitas ekonomi dan bisnis, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Banjir ini mengganggu wilayah-wilayah utama seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, mengingatkan pada peristiwa serupa di tahun 2020.
Dampak ekonomi dari bencana ini masih perlu dipantau, terutama jika penanganan dan mitigasi tidak berjalan efektif. Investor juga akan mencermati pemulihan ekonomi pasca-banjir, terutama di tengah kondisi daya beli yang sudah melemah.
Di tingkat global, pasar saham Asia juga menunjukkan tren positif. Indeks Hang Seng Hong Kong naik 2,84% dan Shanghai menguat 0,53%.
Namun, sentimen negatif masih membayangi akibat ketegangan perdagangan antara AS dan China.
AS memberlakukan tarif impor baru, yang direspons oleh China dengan tarif balasan sebesar 10%-15% pada beberapa produk AS mulai 10 Maret.
Meskipun demikian, harapan akan kebijakan stimulus dari China dan usulan pengurangan tarif oleh Menteri Perdagangan AS memberi sedikit kelegaan bagi pasar global. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia)
Harga Surat Utang Negara Menguat, Tapi Waspada Volatilitas
Rabu (5/3/2025), harga Surat Utang Negara (SUN) menguat, dengan yield SUN 5-tahun turun 3 bp ke 6,59% dan yield SUN 10-tahun turun 2 bp ke 6,85%.
Penguatan ini didukung oleh penguatan rupiah sebesar 0,81% terhadap dolar AS. Rupiah ditutup di level Rp16.313/USD pada perdagangan Rabu (5/3).
Volume transaksi SUN tercatat Rp29,7 triliun, lebih rendah dari hari sebelumnya, dengan seri FR0103 dan FR0104 menjadi yang paling aktif.
Obligasi korporasi juga mencatat volume transaksi sebesar Rp4,6 triliun, menunjukkan minat investor yang tetap tinggi.
Namun, sentimen global mulai memburuk dengan naiknya yield US Treasury (UST) 5-tahun dan 10-tahun masing-masing sebesar 7 bp dan 6 bp. Hal ini dapat memicu volatilitas di pasar obligasi rupiah ke depan.
Lebih lanjut, meskipun CDS 5-tahun Indonesia turun tipis ke 78 bp, investor disarankan untuk waspada terhadap potensi fluktuasi harga dan yield instrumen SUN dalam beberapa hari mendatang. (BNI Sekuritas)
Rupiah Menguat ke Rp16.312/USD, Tarif AS dan Stimulus China Jadi Katalis
Rupiah menguat 0,81% ke level Rp16.312 per USD pada penutupan perdagangan Rabu (5/3/2025). Pelemahan indeks dolar sebesar 0,58% dan sentimen positif dari pasar global mendorong penguatan ini.
Mata uang Asia lainnya, seperti peso Filipina dan ringgit Malaysia, juga menguat, mencerminkan optimisme regional.
Penguatan rupiah terjadi meskipun tarif impor AS terhadap China, Kanada, dan Meksiko mulai berlaku, yang sempat menimbulkan kekhawatiran di pasar.
Namun, pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, bahwa Presiden Donald Trump terbuka untuk kesepakatan perdagangan dengan Kanada dan Meksiko meredakan ketegangan.
Fokus pasar juga tertuju pada langkah stimulus dari China, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025. Kongres Rakyat Nasional China mengumumkan peningkatan belanja fiskal dan langkah-langkah untuk mendorong konsumsi domestik, yang memberikan sinyal positif bagi ekonomi global.
Di sisi lain, China membalas tarif AS dengan memberlakukan tarif baru pada impor pertanian AS, meningkatkan ketegangan perdagangan. Namun, pasar tampaknya merespons positif upaya kedua negara untuk mengurangi eskalasi konflik.
Dari dalam negeri, rupiah juga mendapat dukungan dari stabilitas kebijakan fiskal Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target fiskal jangka menengah (2025-2029), termasuk pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan utang, yang meningkatkan kepercayaan investor. (Bisnis, IDX Channel)
Harga Emas Stabil Jelang Data Penggajian AS, Tarif Trump Bikin Pasar Waspada
Harga emas sedikit berubah pada Kamis (5/3/2025), dengan emas spot bertahan di 2.917,90 per ons.
Investor menunggu data penggajian nonpertanian AS (Non-farm payrolls) yang akan dirilis Jumat (7/3/2025) untuk memprediksi arah suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Ketegangan perdagangan antara AS dengan Kanada, Meksiko, dan China juga mempengaruhi pasar, dengan Trump membebaskan produsen mobil dari tarif 25% selama sebulan, asalkan mematuhi perjanjian perdagangan bebas.
Kekhawatiran atas kebijakan tarif Trump telah mendorong emas, sebagai aset safe-haven, mencapai rekor tertinggi USD2.956 pada 24 Februari lalu.
Namun, pertumbuhan sektor jasa AS yang meningkat dan kenaikan harga input menunjukkan potensi inflasi, yang bisa mempengaruhi daya tarik emas.
Pasar kini fokus pada laporan penggajian AS untuk petunjuk lebih lanjut tentang kebijakan The Fed dan tren ekonomi global. (Reuters)
Yield Obligasi Treasury AS Naik Lagi, Tarif Trump dan Data Ekonomi Jadi Sorotan
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS naik pada Rabu (5/3/2025), mengubah tren penurunan sebelumnya.
Kenaikan ini dipicu oleh ketidakpastian seputar kebijakan tarif Presiden Donald Trump dan data ekonomi yang beragam.
Awalnya, yield turun setelah laporan ADP menunjukkan bahwa penambahan lapangan kerja swasta hanya berjumlah 77.000. Angka ini jauh di bawah perkiraan sebesar 140.000.
Namun, yield berbalik naik setelah data ISM menunjukkan indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) non-manufaktur melonjak menjadi 53,5, menandakan ekspansi ekonomi.
Ketidakpastian tarif Trump dan dampaknya terhadap inflasi serta pertumbuhan ekonomi membuat investor waspada. Kebijakan tarif Trump terhadap Kanada dan Meksiko, serta kemungkinan pengecualian untuk produsen mobil, menambah kompleksitas pasar.
Investor khawatir tarif ini dapat memicu inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi, mendorong mereka untuk mengurangi risiko portofolio.
Imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun naik 5,9 basis poin menjadi 4,269%, sementara obligasi 30 tahun naik 4,3 basis poin ke 4,559%. Pasar juga menunggu laporan penggajian pemerintah AS yang akan dirilis Jumat untuk petunjuk lebih lanjut.
Ekspektasi pemotongan suku bunga Federal Reserve (The Fed) tahun ini meningkat, namun ketidakpastian kebijakan Trump dan dampaknya terhadap ekonomi AS membuat investor tetap berhati-hati.
Pasar obligasi AS tetap fluktuatif, dengan investor memantau perkembangan kebijakan dan data ekonomi terkini. (Reuters – Revinitiv)
Indeks Dolar AS Anjlok ke Level Terendah 4 Bulan, Tarif Trump Bikin Pasar Panik
Rabu (5/3/2025), indeks dolar AS (DXY) anjlok lebih dari 1% ke level 104,5. Indeks dolar AS telah mencatatkan penurunan 3 hari beruntun, dan mencapai level terendah dalam hampir empat bulan terakhir.
Penurunan indeks dolar AS dipicu oleh kekhawatiran atas dampak ekonomi dari kebijakan tarif baru Presiden Donald Trump.
Dalam hal ini, AS memberlakukan tarif 25% pada impor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif tambahan 10% pada barang-barang China.
Sebagai balasan, China dan Kanada mengumumkan tindakan pembalasan, sementara Meksiko diperkirakan akan merespons pada hari Minggu.
Data ekonomi AS juga memperburuk sentimen pasar. Laporan ADP menunjukkan sektor swasta hanya menambahkan 77.000 pekerjaan pada Februari, angka terendah dalam tujuh bulan terakhir.
Namun, ada sedikit kabar baik dari laporan PMI Layanan ISM yang menunjukkan pertumbuhan lebih kuat di sektor jasa, memberikan sedikit kelegaan tentang ketahanan ekonomi AS.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyarankan bahwa pemerintah mungkin memberikan keringanan tarif untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko, yang diharapkan dapat meredakan ketegangan.
Meskipun ada upaya untuk meredakan ketegangan perdagangan, ketidakpastian kebijakan Trump terus membayangi pasar. Investor khawatir tarif ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan inflasi.
Secara keseluruhan, anjloknya indeks dolar mencerminkan berkurangnya kepercayaan investor terhadap mata uang AS di tengah meningkatnya risiko perdagangan global.
Pasar kini menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah mitra dagang AS untuk menentukan arah pergerakan dolar ke depan.
Ulasan:
- Volatilitas harga saham dan obligasi lebih disebabkan oleh faktor eksternal, terutama dari masih tingginya suku bunga USD dan masih kuatnya mata uang USD sehingga investor global lebih memilih berinvestasi di pasar AS.
- Diturunkannya peringkat saham Indonesia oleh MSCI dari equal weight menjadi under weight turut menekan harga saham Indonesia. Namun, JP Morgan merekomendasikan overweight terhadap saham-saham blue chips, terutama saham sektor perbankan, konsumen, dan infrastruktur. Hal ini menjadi sentimen positif bagi investor, termasuk investor asing.
- Data terakhir ekonomi AS, yaitu melemahnya Purchasing Managers’ Index yang menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas produksi atau jasa, membuat investor menduga bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan melambat. Namun, tingginya inflasi dan melemahnya penjualan ritel memberikan sinyal yang mixed mengenai arah suku bunga. Tingginya inflasi akan membuat suku bunga USD tetap tinggi. Namun, melemahnya penjualan ritel yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat memberi sinyal bahwa US Fed perlu menurunkan suku bunga untuk meningkatkan daya beli.
- Kebijakan tarif Trump membuat harga obligasi US menjadi volatil. Selanjutnya, hal ini akan membuat harga obligasi rupiah juga volatil, serta menekan mata uang rupiah.
- Harga emas masih berpotensi naik, karena pembelian emas yang dilakukan oleh bank sentral utama dunia masih akan berlangsung sebagai usaha untuk diversifikasi portofolio cadangan devisa selain obligasi US Treasury.
Rekomendasi:
- Prioritaskan Reksadana Pendapatan Tetap
- Dengan ketidakpastian pasar saham dan kenaikan harga obligasi, reksadana yang berfokus pada instrumen fixed income (seperti SBN) bisa menjadi pilihan aman.
- Reksadana campuran dengan porsi besar di obligasi juga bisa dipertimbangkan untuk mengurangi risiko volatilitas saham.
2. Untuk Jangka Pendek, Hindari Reksa Dana Saham Sementara
Volatilitas tinggi di pasar saham membuat reksadana saham berisiko dalam jangka pendek. Jika tetap ingin berinvestasi, pilih reksa dana saham dengan eksposur ke sektor defensif, seperti konsumsi atau kesehatan.
3. Manfaatkan Peluncuran SBN Seri ST014
SBN seri ST014 bisa menjadi pilihan menarik, terutama dengan kondisi pasar yang volatil. SBN menawarkan imbal hasil stabil dan risiko rendah.
4. Diversifikasi Portofolio.
Kombinasikan reksadana pendapatan tetap, emas, dan sektor defensif untuk mengurangi risiko dan memanfaatkan peluang di berbagai instrumen.
5. Tingkatkan Alokasi ke Emas:
- Harga emas naik karena ketegangan perdagangan AS-China dan risiko geopolitik. Emas adalah aset safe haven yang cocok untuk melindungi kekayaan di tengah ketidakpastian.
- Pantau Harga Emas Global, harga emas dipengaruhi oleh faktor global seperti kebijakan Federal Reserve, perang dagang, dan inflasi. Pantau perkembangan ini untuk menentukan waktu beli atau jual yang tepat.
- Emas cocok untuk investasi jangka panjang, terutama jika ketegangan geopolitik dan ekonomi global masih berlanjut.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.