Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 4 Maret 2025

tanamduit Breakfast News: 4 Maret 2025

oleh | Mar 4, 2025

tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.

Ringkasan Market Update:

  • IHSG Melesat Naik 3,97%, JP Morgan Pasang Bullish, Tapi Analis Ingatkan Ini Bukan Titik Balik.
  • Obligasi Rupiah Stabil, Yield Turun Tipis, Didukung Sentimen Positif Pasar.
  • Emas Rebound, Tarif Trump dan Kekhawatiran Ekonomi Bikin Investor Berlindung ke Logam Mulia.
  • Rupiah Menguat ke Rp16.480, Dolar AS Melemah di Tengah Ketidakpastian Tarif Trump.
  • Harga Obligasi US Treasury Meneruskan Kenaikan, Kekhawatiran Pertumbuhan dan Tarif Trump Bikin Investor Berlindung di US Treasury.
  • Deflasi Pertama Sejak 2000, Inflasi Indonesia Turun di Februari 2025.

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 3 Maret 2025.

data-market-update-4-maret-2025

IHSG Melesat Naik 3,97%, JP Morgan Pasang Bullish, Tapi Analis Ingatkan Ini Bukan Titik Balik

Senin (3/3/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik signifikan sebesar 3,97% ke level 6.519,65.

Sentimen positif dari JP Morgan yang meningkatkan rekomendasi saham-saham perbankan besar, seperti BBRI, BMRI, dan BBNI, mendorong kenaikan IHSG. JP Morgan menaikkan rating BBRI menjadi “Overweight” dan BMRI menjadi “Neutral”, sambil menyesuaikan target harga yang lebih tinggi.

Nilai transaksi IHSG tercatat sebesar Rp15,79 triliun.  Investor asing masih melakukan transaksi net sell, meski nilainya kecil, sebesar Rp138 miliar. Hal ini menggenapkan nilai transaksi net sell sejak awal tahun 2025 sebesar Rp22 triliun.

Saham-saham barang baku, keuangan, dan infrastruktur menjadi pendorong utama IHSG. Saham TPIA, misalnya, melesat 11,1%. Selain itu, saham BGTG meroket 15,6%.

Tak hanya itu, rupiah juga menguat 0,6% ke Rp16.480/US$, menambah optimisme pasar.

Meski IHSG menunjukkan rebound yang kuat, sejumlah analis mengingatkan bahwa kenaikan ini lebih bersifat technical rebound daripada titik balik pasar.

Felix Darmawan dari Panin Sekuritas menekankan bahwa konfirmasi titik balik baru hanya dapat terjadi jika IHSG mampu bertahan di atas level resistance kunci 6.500 dan didukung oleh peningkatan partisipasi investor asing.

Selain itu, Rully Arya Wisnubroto dari Mirae Asset Sekuritas juga menyatakan bahwa rebound ini belum tentu menandakan pemulihan berkelanjutan, mengingat ketidakpastian global seperti perang dagang dan perlambatan ekonomi China masih membayangi.

Meskipun demikian, optimisme tetap terlihat dengan penguatan saham-saham LQ45 seperti UNVR (8,06%), BBRI (9,23%), dan MDKA (8,93%).

Pasar juga menantikan langkah Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas rupiah serta stimulus fiskal domestik.

Analis memprediksi adanya potensi inflow ke pasar emerging markets seperti Indonesia, terutama jika valuasi saham domestik dinilai menarik.

Namun, kewaspadaan tetap diperlukan mengingat volatilitas global masih tinggi. (Bloomberg Technoz, Bisnis)

Obligasi Rupiah Stabil, Yield Turun Tipis Didukung Sentimen Positif Pasar

Pada penutupan perdagangan 3 Maret 2025, pasar obligasi rupiah menunjukkan stabilitas dengan penurunan tipis pada yield (imbal hasil) Surat Utang Negara (SUN).

Yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0104) turun 3 basis poin (bp) menjadi 6,80%. Sementara itu, yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0103) turun 2 bp menjadi 6,93%.

Penurunan yield ini mencerminkan kenaikan harga obligasi, yang didorong oleh sentimen positif dari pasar saham domestik dan penguatan rupiah terhadap dolar AS. Rupiah menguat 0,6% ke level Rp16.480/US$, memberikan dukungan bagi pasar obligasi.

Faktor pendorong utama adalah optimisme pasar setelah JP Morgan meningkatkan rekomendasi saham-saham perbankan besar, seperti BBRI, BMRI, dan BBNI.

Sentimen positif ini kemudian merambat ke pasar obligasi, di mana investor mulai mencari aset yang lebih stabil.

Selain itu, intervensi Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas rupiah juga turut mendukung kepercayaan investor terhadap instrumen utang pemerintah.

Pasar obligasi rupiah diperkirakan akan tetap stabil dalam jangka pendek, didukung oleh penguatan rupiah dan sentimen positif dari pasar saham.

Namun, investor perlu memantau perkembangan kebijakan global, terutama terkait kebijakan tarif AS dan suku bunga The Fed. (tanamduit dibantu AI)

Emas Rebound, Tarif Trump dan Kekhawatiran Ekonomi Bikin Investor Berlindung ke Logam Mulia

Senin (3/3/2025), harga emas naik sekitar 1,1% ke USD2.890 per ons.  Kekhawatiran atas kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump terhadap Meksiko, Kanada, dan Tiongkok, mendorong kenaikan harga emas.

Tarif impor baru yang akan berlaku pada 4 Maret ini memicu ketakutan akan tindakan balasan dan eskalasi perang dagang, yang dapat meningkatkan inflasi.

Emas, sebagai aset safe haven, menjadi pilihan investor untuk melindungi nilai aset mereka. Selain itu, pelemahan dolar AS dari level tertinggi dua minggu membuat emas lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.

Kekhawatiran atas kesehatan ekonomi AS juga mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memotong suku bunga. Alhasil, daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil semakin meningkat.

Kombinasi antara ketidakpastian perdagangan global dan prospek kebijakan moneter yang lebih longgar membuat emas tetap menjadi pilihan utama investor dalam menghadapi volatilitas pasar. (Trading Economics)

Rupiah Menguat ke Rp16.480, Dolar AS Melemah di Tengah Ketidakpastian Tarif Trump

Rupiah menguat ke level Rp16.480 per dolar AS pada Senin (3/3/2025), didorong oleh pelemahan dolar AS sebesar 0,30% ke posisi 107,28.

Penguatan rupiah terjadi di tengah variasi pergerakan mata uang Asia. Dalam hal ini, yen Jepang dan peso Filipina menguat. Sementara itu, won Korea dan yuan China melemah.

Saat ini, investor tengah mewaspadai keputusan kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, yang akan rilis pada pekan ini. Meskipun Trump telah mengumumkan tarif tambahan 10% untuk Tiongkok dan menegaskan tarif 25% untuk Meksiko dan Kanada, ketidakpastian ini justru memberikan ruang bagi penguatan rupiah.

Dari sisi internal, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025 yang mewajibkan eksportir menyimpan 100% Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam di dalam negeri selama setahun. Kebijakan ini bertujuan memperkuat cadangan devisa di tengah gejolak pasar global.

Selain itu, sektor manufaktur Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan pada Februari 2025, dengan PMI Manufaktur mencapai 53,6, didorong oleh peningkatan permintaan domestik dan optimisme produsen. (Bisnis)

Deflasi Pertama Sejak 2000, Inflasi Indonesia Turun di Februari 2025

Inflasi atau harga konsumen Indonesia turun sebesar 0,09% pada Februari 2025. Penurunan ini mengejutkan banyak pihak karena menandai deflasi pertama sejak Maret 2000.

Faktor utama di balik penurunan ini adalah turunnya harga perumahan sebesar 12,08%, yang dipengaruhi oleh diskon listrik sebesar 50% selama dua bulan pertama tahun 2025.

Di sisi lain, inflasi inti—yang tidak mencakup harga pangan yang bergejolak—justru naik ke level tertinggi dalam 20 bulan, mencapai 2,48%.

Secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (CPI) turun 0,48%, menandai penurunan kedua berturut-turut setelah turun 0,76% pada Januari. Hasil ini berada di luar kisaran target inflasi Bank Indonesia (1,5%-3,5%) untuk kedua kalinya berturut-turut.

Deflasi ini mencerminkan tekanan pada daya beli masyarakat dan tantangan bagi bank sentral dalam menjaga stabilitas harga di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti. (Trading Economics)

Harga Obligasi US Treasury Meneruskan Kenaikan, Kekhawatiran Pertumbuhan dan Tarif Trump Bikin Investor Berlindung di US Treasury

Senin (3/3/2025), harga obligasi US Treasury mengalami kenaikan, yang ditandai oleh turunnya imbal hasil (yield) obligasi Treasury AS 10 tahun turun ke ambang batas 4,2%, mencatat penurunan 35 basis poin (bps) dalam sembilan sesi terakhir.

Penurunan ini dipicu oleh kekhawatiran atas perlambatan aktivitas ekonomi, terutama setelah data ISM Manufacturing PMI menunjukkan penurunan pesanan pabrik baru untuk pertama kalinya dalam empat bulan.

Selain itu, investor khawatir tarif impor Presiden Donald Trump yang akan berlaku pada 4 Maret, termasuk tarif 25% untuk barang-barang Kanada dan Meksiko, serta pungutan tambahan untuk Tiongkok, akan memperburuk pertumbuhan ekonomi.

Kekhawatiran semakin meningkat setelah Trump berjanji untuk menyeimbangkan anggaran AS, meskipun defisit saat ini mencapai sekitar 7% dari PDB.

Hal ini memicu ekspektasi pemotongan belanja publik yang tajam, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Kombinasi antara ketidakpastian kebijakan perdagangan dan prospek pertumbuhan yang melemah mendorong investor beralih ke obligasi pemerintah atau US Treasury sebagai aset safe haven. Hal ini pada akhirnya semakin menekan yield obligasi US Treasury (Trading Economics).

Ulasan:

  • Volatilitas harga saham dan obligasi lebih disebabkan oleh faktor eksternal, terutama dari masih tingginya suku bunga USD dan masih kuatnya mata uang USD sehingga investor global lebih memilih berinvestasi di pasar AS.
  • Diturunkannya peringkat saham Indonesia oleh MSCI dari Equal Weight menjadi Under Weight turut menekan harga saham Indonesia.
  • Data terakhir ekonomi AS, yaitu melemahnya Purchasing Managers’ Index yang menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas produksi atau jasa, membuat investor menduga bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan melambat. Namun, tingginya inflasi dan melemahnya penjualan ritel memberikan sinyal yang mixed mengenai arah suku bunga. Tingginya inflasi akan membuat suku bunga USD tetap tinggi. Namun, melemahnya penjualan ritel yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat memberi sinyal bahwa US Fed perlu menurunkan suku bunga untuk meningkatkan daya beli.
  • Kebijakan tarif Trump membuat harga obligasi US menjadi volatil. Selanjutnya, hal ini akan membuat harga obligasi rupiah juga volatil, serta menekan mata uang rupiah.
  • Harga emas masih berpotensi naik, karena pembelian emas yang dilakukan oleh bank sentral utama dunia masih akan berlangsung sebagai usaha untuk diversifikasi portofolio cadangan devisa selain obligasi US Treasury.

    Rekomendasi:

    A. Untuk Investor Reksadana

    1. Tetap Tenang dan Jangan Panik Jual: Volatilitas pasar seringkali bersifat sementara. Jangan terburu-buru menjual reksadana Anda hanya karena pasar sedang turun. Fokuslah pada tujuan investasi jangka panjang.

    2. Diversifikasi Portofolio: Pastikan portofolio reksadana anda terdiversifikasi dengan baik. Untuk jangka pendek, tempatkan dana anda di reksadana pasar uang. Untuk jangka menengah, tempatkan di reksadana pendapatan tetap. Untuk jangka panjang, tempatkan di reksadana saham, indeks saham, dan campuran. Diversifikasi membantu mengurangi risiko saat salah satu aset tertekan.

    3. Manfaatkan Dollar-Cost Averaging (DCA): Jika Anda memiliki dana tambahan, pertimbangkan untuk terus berinvestasi secara rutin, misalnya setiap bulan setelah menerima uang gajian. Strategi ini membantu mengurangi dampak volatilitas pasar dengan membeli lebih banyak unit saat harga rendah.

    4. Pantau Reksadana dengan Risiko Rendah: Jika Anda lebih konservatif, alihkan sebagian dana ke reksadana pendapatan tetap atau pasar uang yang lebih stabil. Terutama, jika Anda khawatir dengan gejolak pasar saham.

    5. Evaluasi Kinerja Manajer Investasi: Periksa kinerja reksadana Anda dibandingkan dengan benchmark-nya. Jika kinerjanya konsisten buruk, pertimbangkan untuk beralih ke reksadana lain dengan manajer investasi yang lebih handal.

    B. Untuk Investor Emas

    1. Jadikan Emas sebagai Lindung Nilai: Emas adalah aset safe haven yang baik untuk melindungi portofolio dari inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Meski harganya turun sementara, emas tetap relevan dalam jangka panjang.

    2. Manfaatkan Harga Turun untuk Akumulasi: Jika Anda percaya pada prospek jangka panjang emas, penurunan harga saat ini bisa menjadi kesempatan untuk membeli lebih banyak dengan harga lebih murah.

    3. Batasi Eksposur: Jangan menempatkan seluruh portofolio Anda di emas. Alokasikan hanya 5-10% dari total portofolio untuk emas sebagai lindung nilai.

    4. Pantau Kebijakan The Fed dan Dolar AS: Harga emas sangat dipengaruhi oleh suku bunga AS dan kekuatan dolar. Jika The Fed memotong suku bunga atau dolar melemah, emas cenderung menguat.

     

    Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

    DISCLAIMER:

    Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

    PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

    Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

    tanamduit Team

    tanamduit adalah aplikasi investasi reksa dana, emas, Surat Berharga Negara (SBN), dan asuransi yang telah berizin dan diawasi oleh OJK.

    banner-download-mobile