Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 28 Februari 2025

tanamduit Breakfast News: 28 Februari 2025

oleh | Feb 28, 2025

tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.

Ringkasan Market Update:

  • IHSG Ambruk, Saham Perbankan Jeblok, Pasar Resah Akibat The Fed dan Likuiditas.
  • Obligasi Melemah, Rupiah Tertekan, dan Sentimen Global Negatif.
  • Rupiah Terpuruk Lagi, Dolar AS Melonjak, Goldman Sachs Prediksi Nasib Buruk untuk Indonesia.
  • Obligasi US Treasury Stabil, Pasar Waspadai Data Ekonomi dan Ancaman Tarif Trump.
  • Emas Melorot, Dolar AS Menguat Gara-gara Tarif Baru Trump.

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 27 Februari 2025.

 data-market-update-28-februari

IHSG Ambruk, Saham Perbankan Jeblok, Pasar Resah Akibat The Fed dan Likuiditas

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun signifikan pada Kamis (27/2/2025), ditutup turun 1,83% ke level 6.485,45.

Sebanyak 413 saham tercatat melemah, sementara hanya 196 saham yang menguat.

Nilai transaksi mencapai Rp13 triliun dengan volume 18,87 miliar saham. Sektor finansial, terutama perbankan, menjadi penyumbang terbesar penurunan IHSG. Saham- saham besar seperti BBRI, Bank Mandiri, dan BBCA turun tajam, masing-masing berkontribusi signifikan terhadap pelemahan indeks.

Tekanan terhadap IHSG diperparah oleh aksi jual investor asing yang terus mencatatkan net sell dalam tiga hari terakhir, mencapai total Rp5,39 triliun.

Sentimen negatif juga datang dari penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley. Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia dari “equal-weight” menjadi “underweight”, akibat melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi domestik dan tekanan pada sektor siklikal.

Selain itu, isu likuiditas di sektor perbankan semakin menekan pasar, dengan dana pihak ketiga (DPK) perorangan yang terkontraksi 2,6% pada Januari 2025.

Sikap hawkish The Fed turut memengaruhi pelemahan IHSG. Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, menegaskan bahwa The Fed perlu mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan inflasi. Hal ini menambah ketidakpastian pasar global, terutama menjelang rilis data inflasi PCE yang diperkirakan melambat.

Saham-saham perbankan besar seperti Bank Mandiri, BRI, dan BCA mengalami penurunan tajam. Nilai transaksi saham didominasi oleh aksi jual.

Meski IHSG terpuruk, beberapa saham LQ45 justru mencatatkan kenaikan.

Saham seperti AKR Corporindo (AKRA) dan Amman Mineral Internasional (AMMN) menjadi top gainers dengan kenaikan masing-masing 8,71% dan 5,75%.

Namun, secara keseluruhan, pasar saham Indonesia masih dilanda ketidakpastian akibat tekanan global dan isu domestik. Oleh karena itu, investor perlu lebih berhati- hati dalam mengambil keputusan. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia)

Obligasi Melemah, Rupiah Tertekan, dan Sentimen Global Negatif

Kamis (27/2/2025), harga Surat Utang Negara (SUN) melemah. Yield SUN Benchmark 5-tahun naik 10 bp menjadi 6,75%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun naik 6 bp menjadi 6,90%.

Yield curve SUN 10-tahun bahkan melampaui batas atas perkiraan, di kisaran 6,71-6,91%.

Volume transaksi SUN turun menjadi Rp31,1 triliun dari Rp42,7 triliun di hari sebelumnya. Seri FR0104 dan FR0103 menjadi yang paling aktif.

Sementara itu, rupiah melemah 0,45% terhadap dolar AS, ditutup di level Rp16.454/US$.

Sentimen global tetap negatif, tercermin dari kenaikan yield US Treasury (UST) dan Credit Default Swap (CDS) Indonesia.

Yield UST 5-tahun naik 3 bp menjadi 4,09%, dan yield UST 10-tahun naik 4 bp menjadi 4,29%. CDS 5-tahun Indonesia juga naik tipis ke 76 bp.

Di sisi lain, data klaim pengangguran AS yang lebih tinggi dari perkiraan (242.000 klaim) turut menambah tekanan pasar.

Dengan kondisi ini, volatilitas harga dan yield instrumen SUN berdenominasi rupiah berpotensi meningkat dalam waktu dekat. (BNI Sekuritas)

Rupiah Terpuruk Lagi, Dolar AS Melonjak, Goldman Sachs Prediksi Nasib Buruk untuk Indonesia

Rupiah kembali melemah terhadap dolar AS, ditutup pada level Rp16.445/US$ pada Kamis (27/02/2025). Nilai rupiah turun 0,49% dari posisi sebelumnya.

Pelemahan ini terjadi menjelang rilis data inflasi PCE AS yang dinanti pasar. Indeks dolar AS (DXY) juga menguat ke level 106,57, menunjukkan tekanan global terhadap mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Meski inflasi PCE AS diproyeksikan turun menjadi 2,5% (yoy) pada Januari 2025, angka ini masih di atas target The Fed sebesar 2%, membuat suku bunga AS diperkirakan tetap tinggi. Hal ini memperkuat dolar AS dan memberi tekanan lebih besar pada rupiah.

Goldman Sachs memprediksi rupiah akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia dalam waktu dekat.

Faktor utamanya adalah kebijakan tarif impor AS yang digagas Presiden Donald Trump, arus keluar modal asing, dan tekanan musiman, seperti pembagian dividen yang meningkatkan permintaan dolar AS.

Analis Goldman Sachs, Rina Jio, menyebut rupiah sebagai mata uang paling volatile di Asia dengan risiko underpricing terhadap kebijakan tarif AS. Selain itu, defisit fiskal Indonesia yang diprediksi membengkak menjadi 2,9% dari PDB pada 2025 turut menambah tekanan pada rupiah.

Bank Indonesia (BI) terindikasi melakukan intervensi pasar untuk menahan pelemahan rupiah melalui “triple intervention“, yaitu intervensi di pasar spot valas, domestic NDF, dan pasar surat utang negara.

Meski demikian, stabilitas rupiah masih dianggap lebih baik dibandingkan mata uang negara berkembang lainnya.

Ekonom senior Raden Pardede menegaskan bahwa rupiah relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir, walau menghadapi tantangan eksternal yang berat.

Namun, dengan berlanjutnya tekanan global, rupiah diprediksi masih akan menghadapi volatilitas tinggi dalam waktu dekat. (CNBC, Bloomberg Technoz)

Obligasi US Treasury Stabil, Pasar Waspadai Data Ekonomi dan Ancaman Tarif Trump

Imbal hasil (yield) obligasi Treasury AS 10 tahun stabil di sekitar 4,28% pada Kamis (27/2/2025), setelah mengalami penurunan selama enam sesi berturut-turut.

Investor menantikan data ekonomi kunci AS, termasuk estimasi kedua pertumbuhan PDB Q4 dan laporan indeks harga PCE, yang dapat memberikan petunjuk tentang arah kebijakan moneter The Fed.

Data terbaru menunjukkan perlambatan ekonomi, mendorong spekulasi bahwa The Fed mungkin memotong suku bunga dua kali tahun ini.

Namun, ketidakpastian tetap tinggi, karena investor juga mempertimbangkan dampak potensial dari ancaman tarif impor yang diajukan oleh Presiden Donald Trump.

Trump baru-baru ini mengumumkan rencana tarif “timbal balik” 25% pada mobil Eropa dan barang lainnya, serta memastikan tarif pada Meksiko dan Kanada akan berlaku mulai 2 April.

Meskipun pasar sebagian besar telah menyerap pesan Trump, beberapa analis memperingatkan bahwa risiko tarif yang lebih dalam mungkin belum sepenuhnya dihargai oleh pasar.

Kombinasi antara data ekonomi yang lemah dan ketegangan perdagangan global terus menciptakan ketidakpastian. Kedua faktor ini membuat investor tetap waspada dalam menghadapi volatilitas pasar ke depan. (Trading Economics)

Emas “Melorot”, Dolar AS Menguat Gara-gara Tarif Baru Trump

Kamis (27/2/2025), harga emas turun ke USD2.880 per ons, setelah sempat mencapai rekor  tertinggi  USD2.950 pada  hari  Senin (24/2).

Penurunan ini dipicu oleh penguatan dolar AS yang terjadi setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rangkaian tarif baru terhadap mitra dagang utama.

Dalam hal ini, Trump akan memberlakukan tarif 25% untuk Kanada dan Meksiko mulai minggu depan, serta pembatasan baru terhadap Tiongkok dan Uni Eropa. Kebijakan ini meningkatkan permintaan terhadap dolar AS sehingga menekan harga emas.

Di sisi lain, data ekonomi AS menunjukkan pertumbuhan tahunan 2,3% pada Q4 2023. Namun, kekhawatiran pelemahan ekonomi tetap muncul, terutama setelah lonjakan klaim pengangguran.

Selain itu, permintaan fisik emas juga menunjukkan tanda-tanda melemah.

Impor emas Tiongkok melalui Hong Kong turun ke level terendah dalam hampir tiga tahun pada Januari. Sementara itu, ekspor emas Swiss ke Tiongkok anjlok 99% secara tahunan.

Kombinasi antara dolar yang kuat dan melemahnya permintaan fisik membuat harga emas tertekan dalam waktu dekat. (Trading Economics)

Yield Obligasi Negara AS Naik Tipis, Pasar Menanti Data Inflasi Kunci

Kamis (27/2/2025), imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat, US Treasury 10 tahun, naik tipis.

Kenaikan ini menghentikan tren penurunan selama tujuh hari berturut-turut, menjelang rilis data inflasi utama.

Naiknya yield obligasi US Treasury dipicu oleh data ekonomi yang beragam, termasuk kenaikan pesanan barang tahan lama sebesar 3,1% pada Januari dan pertumbuhan ekonomi (PDB) Q4-2024 yang tetap stabil di 2,3%.

Namun, klaim pengangguran mingguan melonjak ke 242.000, menandakan potensi pelemahan di pasar tenaga kerja.

Investor juga mencermati kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump, yang baru-baru ini mengumumkan tarif 10% untuk impor dari Tiongkok dan kemungkinan tarif untuk Kanada dan Meksiko minggu depan.

Pasar kini menantikan laporan indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) pada Jumat (28/2) untuk melihat apakah inflasi lebih terkendali.

Data ini akan memengaruhi keputusan Federal Reserve (The Fed) mengenai pemotongan suku bunga USD. Para pedagang memperkirakan dua kali pemotongan suku bunga tahun ini.

Dalam konteks obligasi AS, imbal hasil 10 tahun naik menjadi 4,283%, sementara imbal hasil dua tahun tetap stabil di 4,275%.

Kekhawatiran atas dampak kebijakan tarif Trump terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi terus mendorong investor beralih ke obligasi yang lebih aman, meskipun saham melemah. (Reuters)

Ulasan

  • Volatilitas harga saham dan obligasi lebih disebabkan oleh faktor eksternal, terutama dari masih tingginya suku bunga USD dan masih kuatnya mata uang USD sehingga investor global lebih memilih berinvestasi di pasar AS.
  • Diturunkannya peringkat saham Indonesia oleh MSCI dari Equal Weight menjadi Under Weight turut menekan harga saham Indonesia.
  • Data terakhir ekonomi AS, yaitu melemahnya Purchasing Managers’ Index yang menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas produksi atau jasa, membuat investor menduga bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan melambat. Namun, tingginya inflasi dan melemahnya penjualan ritel memberikan sinyal yang mixed mengenai arah suku bunga. Tingginya inflasi akan membuat suku bunga USD tetap tinggi. Namun, melemahnya penjualan ritel yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat memberi sinyal bahwa US Fed perlu menurunkan suku bunga untuk meningkatkan daya beli.
  • Walaupun kebijakan kenaikan tarif oleh Trump ditunda hingga 1 April 2025, hal ini tetap membuat ekonomi global menjadi sulit diprediksi.
  • Ketidakpastian ekonomi global akan membuat volatilitas di yield obligasi US Treasury. Selain itu, US Dollar Index juga masih akan cukup tinggi sehingga akan membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS volatile. Demikian pula harga saham dan yield obligasi rupiah.
  • Harga emas masih berpotensi naik, karena pembelian emas yang dilakukan oleh bank sentral utama dunia masih akan berlangsung sebagai usaha untuk diversifikasi portofolio cadangan devisa selain obligasi US Treasury.

    Rekomendasi

    • Untuk jangka pendek, investor disarankan untuk tetap berinvestasi di reksa dana pasar uang karena masih memberikan return yang lebih tinggi dari bunga deposito.
    • Untuk jangka panjang, tetaplah berinvestasi di reksa dana berbasis saham secara rutin. Harga-harga saham dalam jangka panjang memberikan return lebih tinggi dibandingkan bunga deposito.
    • Tetaplah berinvestasi secara rutin untuk mencapai tujuan. Pilih produk reksa dana sesuai profil risiko masing-masing.

    Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

    DISCLAIMER:

    Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

    PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

    Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

    tanamduit Team

    tanamduit adalah aplikasi investasi reksa dana, emas, Surat Berharga Negara (SBN), dan asuransi yang telah berizin dan diawasi oleh OJK.

    banner-download-mobile