tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG dan Rupiah Tertekan, Kenaikan Tarif Trump Picu Keresahan Pasar.
- Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga untuk Menjaga Inflasi Tetap Terkendali.
- Harga Surat Utang Turun, Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga.
- Harga Emas Mendekati Rekor, Ketidakpastian Ekonomi Jadi Pemicu.
- Yield Obligasi US Treasury Turun, Ancaman Tarif Trump Picu Kekhawatiran.
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 19 Februari 2025.
IHSG dan Rupiah Tertekan, Kenaikan Tarif Trump Picu Keresahan Pasar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah tertekan pada Rabu, 19 Februari 2025.
IHSG turun 1,14% ke level 6.794,86. Penurunan ini terutama disebabkan oleh pengaruh negatif dari kebijakan tarif yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump, yang mengincar kenaikan tarif sebesar 25% untuk produk otomotif, farmasi, dan semikonduktor.
Meskipun Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di 5,75%, keputusan ini sesuai dengan ekspektasi pasar dan tidak memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan pasar.
Kenaikan imbal hasil obligasi US Treasury dan ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan Trump mengakibatkan investor asing melakukan penjualan bersih sebesar Rp384,7 miliar di pasar Indonesia.
Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp16.330 per dolar AS, menunjukkan bahwa sentimen pasar domestik sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal. Analis menyatakan bahwa faktor utama pelemahan IHSG lebih disebabkan oleh gejolak ekonomi global daripada keputusan BI mengenai suku bunga.
Di tengah kekhawatiran pasar, harga emas justru naik menjadi USD2.946 per ons, mencerminkan meningkatnya minat sebagai aset aman di tengah ketidakpastian.
Meskipun IHSG mengalami tekanan, pasar tetap menantikan rilis data ekonomi penting yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kesehatan ekonomi dan arah kebijakan ke depan.
Para pelaku pasar tetap waspada terhadap perkembangan terkait tarif dan situasi geopolitik yang dapat berdampak lebih lanjut pada pasar Indonesia. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia, IDX Channel)
Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Untuk Menjaga Inflasi Tetap Terkendali
Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75% pada pertemuan bulan Februari 2025, sejalan dengan ekspektasi pasar.
Tujuan utama dari keputusan ini adalah untuk menjaga inflasi tetap terkendali, terutama setelah laju inflasi tahunan Indonesia turun menjadi 0,76% pada Januari 2025, angka terendah sejak Maret 2000.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga relatif stabil di tengah ketidakpastian global. Rupiah hanya terdepresiasi 1,06% dibandingkan dengan Desember 2024, berkat intervensi proaktif BI untuk menjaga stabilitas mata uang.
Meskipun BI saat ini mempertahankan suku bunga, analis dari Capital Economics, Gareth Leather, memperkirakan bahwa BI mungkin akan memangkas suku bunga di akhir tahun. Dalam konferensi pers, Gubernur BI Perry Warjiyo terlihat menunjukkan nada yang lebih agresif, sambil tetap mengisyaratkan potensi pemotongan suku bunga di masa depan.
Dengan inflasi yang diharapkan tetap terkendali, fokus BI tetap pada menjaga stabilitas mata uang.
Meskipun ada tantangan yang dihadapi akibat ketidakpastian dalam ekonomi global, stabilitas rupiah telah terjaga sejak pemotongan suku bunga Januari lalu, dan mendekati level terendah yang dicapai sebelumnya.
Warjiyo juga menekankan pentingnya mengukur stabilitas rupiah tidak hanya terhadap dolar AS, tetapi juga terhadap mata uang lainnya.
Secara keseluruhan, meskipun saat ini suku bunga tetap, proyeksi pemotongan suku bunga secara bertahap mungkin terjadi sepanjang tahun 2025, dengan total pemotongan yang diperkirakan mencapai 150 basis poin.
Keputusan ini akan berpengaruh pada kebijakan ekonomi dan dapat meningkatkan sentimen pasar terhadap investasi di Indonesia, menciptakan harapan bagi pemulihan ekonomi dimasa mendatang. (Trading Economics, Dow Jones Newswires)
Harga Surat Utang Turun, Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga
Rabu (19/2), harga Surat Utang Negara (SUN) ditutup lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya.
Yield SUN Benchmark 5-tahun meningkat menjadi 6,56% dan yield SUN 10-tahun menjadi 6,79%.
Total volume transaksi SUN juga turun menjadi Rp25,9 triliun, jauh lebih rendah dari Rp49,9 triliun pada hari sebelumnya.
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75%, guna menjaga ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Namun, di tengah penurunan harga SUN, nilai tukar rupiah melemah 0,29% menjadi Rp16.325 per dolar AS.
Sementara itu, indikator global menunjukkan sentimen yang lebih positif, dengan penurunan pada yield US Treasury.
Meskipun begitu, peningkatan Credit Default Swap (CDS) Indonesia sedikit menambah kebingungan di pasar. Pelaku pasar diharapkan terus memperhatikan potensi volatilitas harga dan yield instrumen surat utang dalam denominasi rupiah ke depannya. (BNI Sekuritas)
Harga Emas Mendekati Rekor, Ketidakpastian Ekonomi Jadi Pemicu
Rabu (19/2/2025), harga emas diperdagangkan sekitar USD2.930 per ons, mendekati rekor tertinggi minggu lalu, setelah rilis risalah rapat Federal Reserve (Fed) bulan Januari.
Risalah tersebut menunjukkan bahwa para pejabat Fed ingin melihat kemajuan pengendalian inflasi sebelum mempertimbangkan pemotongan suku bunga.
Namun, meski Fed mempertahankan suku bunga setelah tiga kali pemotongan di tahun 2024, mereka tetap khawatir tentang tarif yang diusulkan oleh Presiden Trump, yang berpotensi mendorong harga barang lebih tinggi.
Kekhawatiran di pasar juga semakin meningkat setelah Trump mengancam untuk mengenakan tarif 25% pada impor mobil, semikonduktor, dan produk farmasi.
Di sisi lain, pada bulan Januari lalu, pengiriman emas dari Singapura ke AS melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun. Hal ini mengindikasikan adanya gangguan dalam perdagangan emas batangan akibat perbedaan harga.
Ketidakpastian ini mendorong investor untuk mengalihkan perhatian mereka ke emas sebagai aset aman, sementara situasi inflasi dan kebijakan perdagangan tetap menjadi fokus utama. (Trading Economics)
Yield Obligasi US Treasury Turun, Ancaman Tarif Trump Picu Kekhawatiran
Rabu (19/2/2025), imbal hasil (yield) obligasi US Treasury 10-tahun turun ke bawah 4,55% setelah US Federal Reserve (Fed) mengisyaratkan akan memperlambat penjualan aset.
Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap dampak dari tarif yang lebih agresif yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Risalah dari pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) sebelumnya menunjukkan bahwa sejumlah anggota Fed merasa perlu untuk menghentikan penjualan aset hingga ada solusi untuk masalah plafon utang. Pernyataan ini mendorong investor untuk mencari aset pendapatan tetap yang lebih aman, salah satunya adalah obligasi US Treasury.
Di sisi lain, rencana Trump untuk mengenakan tarif 25% pada mobil, semikonduktor, dan produk farmasi menambah kekhawatiran terkait inflasi yang tinggi, yang dapat merugikan prospek pertumbuhan ekonomi.
Meskipun ada sinyal dukungan dari Fed untuk pasar obligasi melalui pemotongan suku bunga reverse repo, ancaman inflasi yang lebih besar tetap menjadi perhatian bagi para pembuat kebijakan.
Dengan kondisi ini, pasar menghadapi ketidakpastian yang dapat memengaruhi keputusan investasi di masa mendatang. (Trading Economics)
Ulasan
- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga rupiah di 5,75%, sebagai usaha untuk mengontrol inflasi dan menjaga stabilitas nilai rupiah.
- Volatilitas harga saham dan obligasi lebih disebabkan oleh faktor eksternal, terutama masih tingginya suku bunga USD dan masih kuatnya mata uang USD. Alhasil, investor global lebih memilih untuk berinvestasi di pasar AS.
- Data terakhir ekonomi AS, yaitu masih tingginya inflasi dan melemahnya penjualan ritel memberikan sinyal mixed mengenai arah suku bunga. Sebab, tingginya inflasi akan membuat suku bunga USD tetap tinggi. Namun, melemahnya penjualan ritel yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat, memberi sinyal bahwa US Fed perlu menurunkan suku bunga untuk menaikkan daya beli.
- Meskipun kebijakan tarif Trump ditunda hingga 1 April 2025, hal ini tetap membuat ekonomi global sulit diprediksi.
- Ketidakpastian ekonomi global akan membuat yield obligasi US Treasuty volatil. Selain itu, US Dollar Index juga masih akan cukup tinggi, dan akan membuat nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar volatil. Demikian juga dengan harga saham dan yield obligasi Rupiah.
- Harga emas masih berpotensi untuk naik, sebab bank sentral utama dunia masih akan membeli emas untuk diversifikasi portofolio cadangan devisa, selain obligasi US Treasury.
Rekomendasi
- Untuk jangka pendek, investor disarankan untuk tetap berinvestasi di reksa dana pasar uang karena masih memberikan return yang lebih tinggi dari bunga deposito.
- Untuk jangka panjang, tetaplah berinvestasi di reksa dana berbasis saham secara rutin. Harga-harga saham dalam jangka panjang memberikan return lebih tinggi dibandingkan bunga deposito.
- Tetaplah berinvestasi secara rutin untuk mencapai tujuan. Pilih produk reksa dana sesuai profil risiko masing-masing.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.