tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Melonjak Berkat Buyback Saham, Bank BUMN Dominasi Pasar.
- Harga Surat Utang Negara Meningkat Karena Tingginya Minat Beli.
- Rupiah Tertekan, IHSG dan Perdagangan Terancam Saat Dolar Menguat.
- Harga Emas Melonjak Sekitar 1,2% ke Level USD2.930, Didorong Oleh Ketidakpastian Kebijakan Tarif Trump.
- Yield Obligasi AS Naik, Investor Berspekulasi US Fed Akan Menunda Penurunan Suku Bunga USD.
- SBN ORI027 sudah bisa dibeli di tanamduit. Imbal hasil 6,65%/tahun untuk tenor 3 tahun (ORI027-T3) dan 6,75%/tahun untuk tenor 6 tahun ( (ORI027-T6). Imbal hasil ORI027 tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon ORI027 dibayar setiap bulan di tanggal 15, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran ORI027: 27 Januari 2025–20 Februari 2025.
Investasi ORI027 di tanamduit, bonus jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 18 Februari 2025.
IHSG Melonjak Berkat Buyback Saham, Bank BUMN Dominasi Pasar
Selasa (18/2), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil rebound dengan peningkatan 0,62% ke posisi 6.873,55.
Penguatan ini didorong oleh transaksi aktif dari saham-saham besar, terutama Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Negara Indonesia (BBNI), yang merencanakan buyback saham masing-masing senilai Rp1,17 triliun dan Rp1,5 triliun.
Total transaksi hari itu mencapai Rp12,68 triliun. Investor asing kembali melakukan net buy sebesar Rp384,7 miliar, setelah melakukan net buy sebesar Rp1,1 triliun di hari sebelumnya.
Sebanyak 411 saham mengalami kenaikan harga, mencerminkan optimisme investor meskipun IHSG sempat turun minggu lalu.
Rencana buyback saham ini menjadi sinyal positif bagi investor, menunjukkan keyakinan manajemen bahwa harga saham saat ini belum mencerminkan nilai fundamental perusahaan.
Sekitar Rp3 triliun akan digunakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) untuk membeli kembali sahamnya. Para analis percaya bahwa tindakan ini dapat mendorong kenaikan harga saham dalam jangka pendek, dan memberikan keuntungan dividen yang menarik bagi pemegang saham.
Di tengah dinamika pasar, perhatian investor juga tertuju pada kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan kondisi ekonomi global.
Dengan rencana buyback dan penguatan di sektor perbankan, IHSG menunjukkan bahwa pasar Indonesia tetap memiliki daya tahan meskipun terdapat tantangan dari faktor eksternal dan pengaruh inflasi.
Para pelaku pasar optimis bahwa langkah-langkah ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki posisi pasar saham di masa mendatang. (Bloomberg Technoz)
Harga Surat Utang Negara Meningkat Karena Minat Beli Yang Tinggi
Pada perdagangan hari Selasa, 18 Februari 2025, harga Surat Utang Negara (SUN) menguat.
Yield untuk SUN Benchmark 5-tahun turun menjadi 6,52% dan yang 10-tahun berada di 6,75%.
Data menunjukkan bahwa nilai transaksi SUN secara outright tercatat sebesar Rp49,9 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan hari sebelumnya yang hanya Rp18,8 triliun. Hal ini menunjukkan minat investor yang tinggi, terutama pada seri FR0103 dan FR0104 yang menjadi seri teraktif di pasar sekunder.
Meskipun ada peningkatan dalam transaksi dan permintaan lelang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah sebesar 0,31%. Rupiah bergerak dari Rp16.228 menjadi Rp16.278 per dolar.
Selain itu, sentimen di pasar global cukup negatif, terlihat dari kenaikan yield US Treasury yang dapat memengaruhi pasar domestik secara keseluruhan.
Ditambah, Credit Default Swap (CDS) Indonesia yang menunjukkan penurunan 1 basis poin juga mencerminkan stabilitas dalam risiko kredit.
Dengan kondisi ini, pasar “melirik” Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang hasilnya diharapkan akan memberikan arah lebih lanjut bagi kebijakan moneter.
Para pelaku pasar juga memperkirakan adanya potensi peningkatan volatilitas harga dan yield instrumen SBN dalam mata uang rupiah.
Hal ini menyiratkan bahwa dinamika pasar yang berkaitan dengan kebijakan dan faktor eksternal dapat berpengaruh besar terhadap hasil investasi di masa mendatang. (BNI Sekuritas, tanamduit)
Rupiah Tertekan, IHSG dan Perdagangan Terancam Saat Dolar Menguat
Selasa (18/2/2025), nilai tukar rupiah ditutup melemah menjadi Rp16.278 per dolar AS, seiring dengan kenaikan indeks dolar AS sebesar 0,34%.
Penurunan ini dipicu oleh laporan penjualan ritel AS yang mengecewakan, serta kekhawatiran tentang rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif baru pada berbagai produk, termasuk otomotif dan farmasi.
Dalam kondisi ini, sejumlah mata uang di Asia juga mengalami pelemahan. Banyak investor berusaha mencari aset yang lebih aman di tengah ketidakpastian global.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat hingga mencapai 6.873,55, berkat kinerja positif dari saham-saham besar seperti Bank Mandiri dan Telkom Indonesia.
Meski IHSG menunjukkan tren naik, para analis mengingatkan bahwa ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga dan potensi konflik perdagangan global masih akan memengaruhi sentimen pasar.
Rencana Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga juga menjadi perhatian pasar, terutama dalam konteks inflasi dan stabilitas rupiah.
Dalam pandangan pasar ke depan, investor perlu mewaspadai potensi berlanjutnya arus keluar modal asing, khususnya di pasar surat utang. Terlebih, lonjakan imbal hasil obligasi Treasury AS membuat investasi di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi kurang menarik.
Tak hanya itu, ketegangan politik domestik dan aksi protes juga dapat memperburuk sentimen, sehingga membuat investor lebih berhati-hati dalam memilih investasi di pasar saham.
Kombinasi faktor-faktor ini menjadikan proyeksi untuk rupiah, IHSG, dan pasar obligasi Indonesia cukup menantang dalam waktu dekat. (Bisnis, Bloomberg Technoz)
Harga Emas Melonjak Sekitar 1,2% ke Level USD2.930, Didorong Oleh Ketidakpastian Kebijakan Tarif Trump
Harga emas naik pesat di atas U2.930 per ons pada hari Selasa (18/2), setelah mencatatkan sesi kedua berturut-turut dalam tren kenaikan.
Kenaikan ini didorong oleh ketidakpastian kebijakan tarif yang ditetapkan Presiden AS, Donald Trump.
Trump telah menerapkan beberapa tarif impor, termasuk 10% pada barang dari Tiongkok dan tarif 25% pada baja serta aluminium. Selain itu, terdapat persiapan untuk menerapkan tarif timbal balik terhadap negara-negara yang menetapkan pajak impor kepada Amerika Serikat. Hal ini menjadikan emas sebagai aset pelindung yang semakin diminati.
Meskipun demikian, pernyataan dari pejabat Federal Reserve, khususnya Gubernur Fed Bowman dan Waller, menunjukkan bahwa mereka lebih berhati-hati dalam memberikan pemotongan suku bunga di tengah tekanan inflasi yang terus berlanjut. Hal ini dapat membatasi kenaikan harga emas.
Investor kini menantikan rilis risalah dari pertemuan terakhir Fed dan mengikuti perkembangan kebijakan luar negeri, termasuk potensi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina, yang dapat berdampak pada pasar keuangan dan harga emas. (Trading Economics)
Yield Obligasi AS Naik, Investor Berspekulasi US Fed Akan Menunda Penurunan Suku Bunga USD
Selasa (18/2/2025), imbal hasil (yield) obligasi US Treasury 10 tahun naik sekitar 8 bps (1,7%), melampaui 4,5% pada hari Selasa dibanding hari Jumat pekan lalu.
Kenaikan ini terjadi saat investor kembali dari long weekend President Day dan berspekulasi bahwa Federal Reserve akan menunda pemotongan suku bunga lebih lanjut.
Beberapa pejabat Fed, termasuk Christopher Waller dan Michelle Bowman, menekankan pentingnya bersikap hati-hati dan tetap mempertahankan suku bunga, mencerminkan pendekatan yang sama yang diungkapkan oleh Ketua Fed, Powell, dalam pertemuan FOMC sebelumnya.
Para pedagang kini menantikan rilis risalah dari pertemuan FOMC terbaru untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter.
Di sisi lain, perkembangan perang dagang dan potensi berakhirnya konflik di Ukraina juga memengaruhi dinamika pasar.
Dengan pembicaraan tingkat tinggi antara AS dan Rusia terkait konflik yang telah berlangsung sejak tahun 2022, investor tetap waspada terhadap potensi dampak yang mungkin terjadi terhadap keputusan kebijakan yang akan diambil oleh Federal Reserve.
Kenaikan imbal hasil obligasi ini mencerminkan ketidakpastian di pasar dan perhatian terhadap faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi ekonomi global. (Trading Economics)
Ulasan
- Peraturan baru mengenai Devisa Hasil Ekspor yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto akan berlaku efektif 1 Maret 2025. Peraturan ini mengharuskan eksportir menyimpan hasil penjualan ekspornya di bank dalam negeri. Hal ini akan menjadi game changer karena berpotensi menambah nilai cadangan devisa sekitar USD80 miliar dalam setahun ke depan, sehingga total cadangan devisa dapat menjadi 1,5x dari cadangan yang ada saat ini, yaitu sekitar USD156,1 M.
- Meningkatnya cadangan devisa akan membuat nilai Rupiah menguat, kepercayaan investor terhadap keuangan Indonesia semakin naik, serta memberi ruang yang besar bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga rupiah dan menurunkan bunga pinjaman. Hal ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi Indonesia dan berdampak positif terhadap kinerja emiten (harga saham), serta menguatnya harga obligasi Indonesia.
- Data terakhir ekonomi AS, yaitu masih tingginya inflasi dan melemahnya penjualan ritel, memberikan sinyal yang mixed mengenai arah suku bunga. Tingginya inflasi membuat suku bunga USD masih akan tetap tinggi. Namun, melemahnya penjualan ritel yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat, memberi sinyal bahwa US Fed perlu menurunkan suku bunga untuk mendorong daya beli.
- Walaupun kebijakan kenaikan tarif oleh Trump ditunda dengan target akan dimulai 1 April 2025, hal ini tetap membuat ekonomi global menjadi sulit diprediksi.
- Ketidakpastian ekonomi global akan membuat volatilitas di yield obligasi US Treasury, serta US Dollar Index masih akan cukup tinggi. Alhasil, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar juga masih volatile, demikian juga dengan harga saham dan yield obligasi rupiah.
- Harga emas masih berpotensi untuk naik karena pembelian emas yang dilakukan oleh bank sentral utama dunia masih akan berlangsung sebagai usaha untuk diversifikasi portfolio cadangan devisa selain obligasi US Treasury.
Rekomendasi
- Untuk jangka pendek, investor disarankan untuk tetap berinvestasi di reksa dana pasar uang karena masih memberikan return yang lebih tinggi dari bunga deposito.
- Untuk jangka panjang, tetaplah berinvestasi di reksa dana berbasis saham secara rutin. Harga-harga saham dalam jangka panjang memberikan return lebih tinggi dibandingkan bunga deposito.
- Tetaplah berinvestasi secara rutin untuk mencapai tujuan. Pilih produk reksa dana sesuai profil risiko masing-masing.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.